Daffa dan Belajar Berhitung

Sabtu minggu yang lalu saya bikin appointment dengan pimpinan Kumon Probolinggo untuk pertemuan tentang kursus Kumon. Saya benar-benar lupa sehingga staf Kumon telpon saya pagi itu ketika saya sudah dalam perjalanan mengantar Bunda ke RSU Tangerang. Saya minta maaf dan minta dijadwalkan ulang. Kebetulan Daf mendengarkan obrolan telepon tersebut.

Daffa yang minggu sebelumnya di tes berhitung di Kumon Probolinggo langsung berkomentar, "Ayah, Daf nggak suka berhitung". Saya kebingungan bagaimana cara menjawabnya. Memang ada keinginan untuk memasukan Daf untuk belajar matematika di kursus Kumon.

"Daf mau main aja Ayah, berhitung itu capek, Daf nggak suka berhitung", kembali Daf berargumen. Akhirnya saya bilang, kalau berhitung itu sama dengan bermain. Kalau bermain menyenangkan berhitung juga menyenangkan. Kalau kita bermain sebenarnya kita juga sedang berhitung. Saya mencoba meyakinkan Daffa. Sekali lagi, Daf bilang mau main saja, tidak mau berhitung.

Saya hanya kuatir Daf mempunyai pemahaman berhitung itu tidak enak, sehingga dia akan menolak untuk belajar berhitung atau kursus Kumon. Pesan Daffa jelas, dia tidak suka kemarin dites dan tidak mau lagi ke tempat Kumon.

Daf, sepeda Daffa rodanya berapa?. Daffa jawab ada empat roda. Nah, kalau Daffa punya dua sepeda, berarti berapa dong rodanya. Daf mulai tertarik. Dia mulai main-main dengan jarinya dan menghitung... "Delapan, Ayah", kata Daf. Saya coba lagi, kalau roda sepeda Daffa yang kecil Ayah copot dua-duanya pakai obeng, tinggal berapa sisa roda di sepeda Daffa, saya tanya. Daf menjawab juga, salah-salah sih, tapi akhirnya dia jawab benar.

Saya coba simpulkan, ternyata berhitung juga bermain. Dengan berhitung roda sepeda, Daffa bisa main sepeda. Main sepeda pasti Daffa senang, demikian juga berhitung. Entah penjelasan saya nyambung atau nggak, saya hanya pengin menghubungkan dan menyamakan keasyikan berhitung dan bermain.

Daf mulai mengalah, dia bilang suka berhitung, tapi masih tidak suka tes seperti di Kumon, karena lama dan capek, katanya.

Sabtu kemarin saya dan Bunda kembali ke Kumon. Di sesi awal kami berdua disuruh mengerjakan tes aljabar. Daf ketawa-tawa melihat kami dites dan mendapatkan nilai B dan C. "Apa itu B & C, Ayah"? Daf pengin tahu.

Daf senang saja berkunjung kembali ke Kumon. Mungkin trauma di tes kemarin sedikit bisa Daf lupakan dalam kunjungan kedua ini.

Saya jelaskan ke Daf, kalau kita bisa berhitung kita bisa bikin pesawat, bisa pintar listrik, dan bisa bikin gedung. Daf ternyata tertarik juga. Sejauh yang saya lihat, Daf tidak terlihat antipati dengan kata-kata berhitung. Malahan sekarang kami sering tebak-tebakan dalam angka.

Saya belum mendapatkan kemantapan apakah Daf akan saya masukan kursus, yang artinya akan mulai belajar ilmu pasti atau tidak. Memang banyak kontroversi tentang hal seperti ini. Banyak yang berpendapat, anak-anak seharusnya hanya diarahkan bermain. Kursus matematika seperti Kumon terlalu serius dan terlalu dini diberikan kepada anak-anak seperti Daffa yang baru 4 tahun. Tapi ada pendapat juga yang mengatakan kalau melatih otak kiri lebih dini adalah lebih baik, terutama untuk perkembangan kemampuan otak kiri pada masa-masa selanjutnya.

Saya berencana pergi ke Bandung untuk melihat sebuah metode kursus yang disebut sebagai APIQ Quantum. APIQ Quantum adalah salah satu metode belajar matematika untuk anak-anak yang diciptakan oleh seorang sarjana ITB. Saya dapatkan alamat APIQ dari rekan saya Devi (thanks Dev). Sudah saatnya saya dan Bunda mengetahui hal seperti ini lebih banyak untuk mengarahkan Daffa. Sampai dengan saat ini kami belum menentukan dan belum yakin metode dan tahapan belajar seperti apa yang akan kami arahkan buat si jagoan, Daffa.

Comments

Anonymous said…
okeh pak, kabar2 ya kalo tertarik buka di DKI..
Devi

Popular posts from this blog

Gajah Oling: Lebih Percaya pada Pengaman Swasta

Asal-usul Ngeles (Mengelak) & Legenda Ngeles Amrik

Designer atau Developer