Jalan Menjadi Presiden Muda


Menjelang Pemilihan Presiden 2009, diskursus tentang siapa yang paling pantas menjadi presiden sering kita baca dan dengar. Salah satu main stream dari diskursus itu adalah adanya keinginan untuk mendapatkan seorang pemimpin bangsa dari kalangan muda Indonesia.

Kalangan muda bukan hanya diasosiasikan sebagai orang yang berusia muda, yaitu sampai dengan umur 45 an. Tapi lebih dari itu, kalangan muda diasosiasikan sebagai orang yang masih penuh idealisme, penuh semangat, tidak terlibat dengan rezim-rezim sebelumnya, mempunyai track record bersih dari KKN, mempunyai pandangan dan program yang lain dari pendahulunya, dan mempunyai keterlibatan dalam kancah sosial dan kemasyarakatan. Dengan definisi tersebut, maka mendapatkan seorang calon dari kalangan muda menjadi suatu hal yang sangat menantang dan ditunggu-tunggu.

Di Amerika, mungkin calon pemimpin dari kalangan muda bisa disebutkan, salah satunya adalah calon konvensi dari Partai Demokrat, yaitu Barrack Obama. Di bandingkan dengan Hillary Clinton, ia dipersepsikan calon dari kalangan muda. Di Iran, pemimpin muda yang berhasil dimunculkan adalah Ahmadinejad yang lebih populer dibandingkan Khatami dari golongan tua ketika pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Sarkozy di Prancis juga digolongkan berasal dari semangat muda, termasuk di dalamnya mantan PM Inggris Tony Blair dan penggantinya Gordon Brown.

Memang contoh-contoh di atas tidak selalu pas dicocokkan dengan definisi calon muda, tapi setidaknya calon-calon tersebut muncul dan dipersepsikan sebagai calon yang lebih segar dibandingkan saingannya.

Agak sulit di Indonesia untuk memberikan calon pemimpin muda. Apakah dia adalah Faisal Basri, Zaim Uchrowi, Rhenald Kasali, Lin Chen Wei, ayo sebutkan siapa lagi...

Siapapun nama yang akan muncul sebagai calon muda, saya sangat yakin mereka akan kalah dalam hal kepopuleran. Harus diingat bahwa pemimpin negeri ini dipilih berdasarkan popularitas, karena bangsa ini melakukan pemilihan langsung presiden. Jadi, saya sekali lagi sangat yakin, calon muda akan sangat mudah dikalahkan oleh calon incumbent atau yang sudah beredar dan eksis sebagai pemimpin saat ini.

Namun demikian bukan kemudian yang muda tak boleh bicara. Menurut pendapat saya, para calon muda yang potensial menjadi pemimpin negeri ini hanya perlu merubah strategi untuk menuju Indonesia #1. Calon muda tidak boleh gegabah bertarung dengan calon-calon yang saat ini sudah lebih populer di mata pemilih, namun mereka harus memulainya dengan suatu langkah yang lebih kecil namun membuktikan banyak hal.

Kasus Amien Rais tidak boleh terulang lagi. Amien Rais walaupun tidak lagi muda, saat itu merupakan calon presiden alternatif yang sangat ideal. Namun, Amien Rais terlalu terburu-buru untuk merebut kekuasaan. Seandainya saja Amien Rais sedikit bersabar untuk mendongkrak popularitas maka ia akan mendapatkan suara lebih besar. Saat itu Amien langsung muncul sebagai calon presiden. Secara teori mungkin ialah yang paling layak, namun popularitas Amien tidak mendukungnya. Seandainya waktu bisa diputar, saya menyarankan Amien Rais untuk mencalonkan dahulu dirinya sebagai seorang Gubernur. Sebagai contoh, di Sumatera Barat, dimana PAN adalah mayoritas, Amien Rais dapat dengan mudah mencapai posisi Gubernur. Sebagai seorang Gubernur, Amien mempunyai kewajiban untuk memakmurkan rakyat Sumatera Barat, dan apabila hal tersebut berhasil, maka kemakmuran dan keberhasilan Sumatera Barat akan tersebar luas dan menjadi visi bagi seluruh rakyat bangsa ini dan selanjutnya akan mendongkrak suara untuk Amien secara signifikan.

Para calon presiden Indonesia, seharusnya harus melakukan langkah pembuktian dan memupuk popularitas dengan cara memimpin daerah yang lebih kecil, apakah itu sebagai Kepala Daerah Kabupaten/Kota atau sebagai Gubernur. Apabila mereka mempunyai kemampuan dan berhasil memberikan kemakmuran kepada daerah yang dipimpinnya tersebut, maka seluruh mata rakyat Indonesia akan tertuju kepadanya dan ia akan dengan mudah mendapatkan simpati dan suara.

Para incumben di daerah seperti Sutiyoso di DKI Jakarta, Fadel Muhammad di Gorontalo, Ibnu Subiyanto di Sleman, Sultan di Yogyakarta, dan di Kepala Daerah maupun Gubernur daerah-daerah lainnya, adalah calon-calon presiden Indonesia yang harus diberikan jalan. Mari kita buka mata kita dan kita nilai mereka, apakah kepemimpinan mereka di daerah yang lebih kecil efektif?, apakah komitmen dan mental mereka teruji?, apakah keadilan dan kemakmuran rakyat dapat menjadi lebih baik?. Apabila jawabannya iya, dan telah terbukti secara obyektif, maka "Wahai para pemimpin daerah yang terhormat, Anda lah calon presiden kami!". Rakyat tidak lagi peduli apakah seseorang pemimpin berasal dari orde baru ataupun orde lama, partai merah ataupun partai putih, tentara atau ulama, siapapun dia apabila teruji memberikan rakyat keadilan dan kesejahteraan, rakyat pasti akan merapatkan barisan untuk memilihnya.

Jadi, pak Faisal Basri, Pak Zaim Uchrowi, Pak Rhenald Kasali, Pak Lin Chen Wei yang saya sebutkan sebagai contoh di tulisan saya, apabila anda pun ingin menjadi presiden, bukalah medan pertempuran yang lebih kecil, untuk membuktikan kemampuan anda. Hal ini juga berlaku bagi siapapun yang ingin menjadi presiden bangsa besar ini.

Saya teringat kembali tentang sebuah kalimat indah di sebuah pemakaman di Inggris:

Ketika aku muda, aku bertekad untuk merubah dunia

Namun, ketika umurku bertambah dan aku tidak pula bisa merubah dunia aku bertekad untuk merubah negaraku

Umurku semakin bertambah dan negaraku tak juga berubah, maka aku kembali merubah tekadku untuk merubah keluargaku

Aku kini terbaring tua tak berdaya, namun aku belum juga mampu merubah keluargaku. Mungkin seharusnya ketika aku muda dulu aku bertekad untuk merubah diriku dahulu sehingga pada akhirnya aku dapat merubah keluarga, negara, dan kemudian dunia.

Pertanyaannya, apakah kita yang muda-muda berani menjadi pemimpin bangsa?
 

Comments

Popular posts from this blog

Gajah Oling: Lebih Percaya pada Pengaman Swasta

Daftar Situs yang Diblokir Indosat dan Telkom

Pohonku dan Kambingmu