Belajar dari Negeri Fidel Castro: Sederhana dan Percaya Diri
Membaca tulisan Haridadi Sudjono yang berjudul “Hidup Sederhana Gaya Kuba” (Kompas, 5/1/08) sungguh merupakan pelajaran berharga tentang arti kesederhanaan sekaligus strategi nasional yang jitu yang dicanangkan oleh Kuba. Saya langsung teringat kepada John Perkins, yang disebut sebagai Bandit Ekonomi, yang disusupkan oleh negara maju dan donor internasional sebagai Konsultan Pembangunan untuk menjerat suatu bangsa dengan hutang berkepanjangan, mengikat lehernya, dan seringkali menjadikan negara tidak berdaya, bahkan di beberapa kasus menghancurkan perekonomian dan kesejahteraan negara tersebut. John Perkins, dan bandit-bandit sejenisnya pernah dan masih beroperasi di negeri ini.
Kuba, walaupun selalu diopinikan sebagai negara sosialis yang otoriter, ternyata merupakan negara yang sangat bersahaja. Di balik sosok Fidel Castro, yang sering dijuluki sebagai sosok diktator, rakyat Kuba memembuktikan bahwa mereka punya prestasi. Tahun 2005, negara yang berpenduduk 11,4 juta jiwa tersebut memiliki pendapatan perkapita sebesar USD 3.000, jauh melampaui Indonesia.
Salah satu prinsip Kuba dalam pembangunan adalah bahwa mereka menjalankan program pembangunan secara apa adanya. Tidak mau mengada-ngada. Mereka makan apa yang ada di negerinya, bukan makanan impor. Mereka memanfaatkan dana yang ada saja untuk pembangunan, tidak neko-neko ngutang ke luar negeri atau mengikatkan diri dalam jeratan donor-donor internasional. Mereka sadar bahwa berhutang bisa membahayakan prinsip dan independensi nasional mereka. Mereka lolos dari jeratan bandit-bandit seperti John Perkins. Mungkin inilah salah satu keuntungan berkonfrontasi dengan Amerika, mengingat banyak negara-negara tetangga Kuba terjerat dalam hutang luar negeri.
Karena terbiasa dengan kesederhanaan, praktik KKN dapat ditekan di tingkat yang sangat minim. Pembangunan nasionalnya dititik beratkan kepada pemeliharaan kesehatan dan pendidikan. Dua hal yang merupakan kebutuhan mendasar rakyat di negeri tersebut. Di Kuba, fasilitas kesehatan dan pendidikan adalah gratis. Hanya orang asing yang harus membayar fasilitas tersebut. Walaupun gratis, kualitas layanan kesehatan dan pendidikan sangat baik.
Dalam film dokumenternya, SICKO, Michael Moore mentertawakan Amerika Serikat atas buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan di negara adidaya tersebut. Salah satu adegan dalam SICKO tersebut adalah Michael Moore membawa warga Amerika yang ditelantarkan layanan medis di Amerika menyeberang ke Kuba untuk mendapatkan pengobatan. Alhasil, pengobatan yang relatif murah dan fasilitas yang sangat baik didapatkan warga Amerika tersebut.
Teknologi kedokteran dan kualitas dokter Kuba juga dikenal sangat baik dan maju. Bahkan Kuba menjadi negara pengekspor tenaga dokter ke negara-negara tetangga, seperti Venezuela. Tenaga dokter tersebut ditukar dengan minyak, karena Kuba tidak memiliki ladang minyak untuk pembangunan negara tersebut.
Di negeri tercinta kita ini, kita menemukan banyak yang harus diperbaiki. Kita percaya, pemerintah telah berkomitmen untuk menghilangkan ketergantungan terhadap hutang negara-negara donor yang sangat merugikan. Tahun lalu kita telah melunasi seluruh hutang ke IMF, kita patut bersyukur.
Kalau pemerintah telah jera dan menghindari hutang, jangan lantas kita masyarakat mengulangi kesalahan pemerintah. Kalau kita menginginkan handphone baru, atau barang konsumsi sekunder lainnya, layaklah kita bertanya; apakah kita akan membeli dengan kemampuan kita atau malahan berhutang dengan bunga tinggi, seperti bunga kartu kredit?. Mari kita hidup sederhana dengan tidak mengumbar nafsu belanja, apalagi menganggap hutang di kartu kredit sebagai solusi. Plafon kredit kita bukan lah batas yang harus kita belanjakan semena-mena. Kita sadar bahwa iklan dan ajakan untuk berhutang sangat bertubi-tubi dan meluruhkan iman. Tapi ingat John Perkins!, ingat bahwa kartu kredit yang tidak terkendali sangat jahat kepada kita.
Fasilitas pendidikan dan kesehatan adalah problema utama bangsa kita. Pendidikan di negara kita masih sangat mahal. Hanya segelintir orang yang mampu mendapatkan kesempatan belajar sampai tuntas. Masih banyak bagian masyarakat kita terpaksa meninggalkan bangku pendidikan sebelum waktunya dengan alasan biaya. Fasilitas kesehatan pun masih merupakan barang mahal. Orang miskin sampai-sampai dilarang sakit. Karena alangkah menderitanya si miskin kalau sakit, mengingat tidak adanya asuransi kesehatan dan mahalnya biaya pengobatan. Program-program kesehatan untuk masyarakat miskin masih belum menjangkau sasaran. Masih dibutuhkan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk membentuk dana asuransi yang kuat sehingga dapat menjamin seluruh masyarakat Indonesia.
Pada praktiknya, kita tidak boleh mengabaikan cadangan/asuransi dana kesehatan dan pendidikan. Tidak usahlah kita berfoya-foya saat ini, dana kesehatan dan pendidikan jauh lebih penting kita pikirkan dengan penghasilan kita yang terbatas. Kita tidak boleh menunggu pemerintah menolong kita. Kita lah yang harus menolong diri kita sendiri.
Kita lebih senang menikmati produk asing daripada produk sendiri. Kita lebih bangga memperbesar pundi-pundi orang asing daripada membantu bangsa sendiri untuk bangkit. Kenapa kita memasyarakatkan roti dan mie kalau kita tahu gandum tidak tumbuh di negara kita. Negara kita adalah negara beras, membiasakan mengkonsumsi gandum adalah pemborosan devisa sekaligus hanya menyenangkan produsen gandum. Kenapa tidak kita perbesar produksi beras dan membuat mereka memakan apapun yang dibuat dari beras, bukan sebaliknya.
Kenapa harus diteriakan slogan-slogan cinta produk sendiri. Seharusnya mengkonsumsi produk sendiri merupakan sifat dasar kita. Mengkonsumsi produk sendiri berarti saling menolong dan saling mendukung kelangsungan usaha dan kesejahteraan masyarakat luas. Mereka butuh kita, dan kita butuh mereka. Itu semua adalah timbal balik dan saling menguntungkan. Tidak ada untungnya kalau kita memperkaya orang asing, kekayaan kita hanya diboyong ke negeri mereka, dan kita tidak mendapatkan apa-apa. Saat ini mungkin produk kita kalah kualitas, namun lambat laun pasti akan ada perbaikan. Bukankah kita sudah biasa saling mengingatkan, sudah sering mengkritik dan meminta perbaikan. Mereka yang tidak serius dan tidak memberikan kualitas terbaik akan kita tinggalkan untuk beralih ke produk dalam negeri yang lebih baik.
Pada akhirnya, saya sungguh takjub terhadap prestasi negeri Kuba. Walaupun dimusuhi dan diisolir oleh negara adidaya, mereka tetap teguh dan berkonsentrasi mengembangkan potensi bangsa mereka sehingga tetap mandiri dan diperhitungkan oleh komunitas internasional. Tanggal 1 Januari 2008, selamat ulang tahun negeri Kuba yang ke 49.
Bagaimana pendapat anda?
Kuba, walaupun selalu diopinikan sebagai negara sosialis yang otoriter, ternyata merupakan negara yang sangat bersahaja. Di balik sosok Fidel Castro, yang sering dijuluki sebagai sosok diktator, rakyat Kuba memembuktikan bahwa mereka punya prestasi. Tahun 2005, negara yang berpenduduk 11,4 juta jiwa tersebut memiliki pendapatan perkapita sebesar USD 3.000, jauh melampaui Indonesia.
Salah satu prinsip Kuba dalam pembangunan adalah bahwa mereka menjalankan program pembangunan secara apa adanya. Tidak mau mengada-ngada. Mereka makan apa yang ada di negerinya, bukan makanan impor. Mereka memanfaatkan dana yang ada saja untuk pembangunan, tidak neko-neko ngutang ke luar negeri atau mengikatkan diri dalam jeratan donor-donor internasional. Mereka sadar bahwa berhutang bisa membahayakan prinsip dan independensi nasional mereka. Mereka lolos dari jeratan bandit-bandit seperti John Perkins. Mungkin inilah salah satu keuntungan berkonfrontasi dengan Amerika, mengingat banyak negara-negara tetangga Kuba terjerat dalam hutang luar negeri.
Karena terbiasa dengan kesederhanaan, praktik KKN dapat ditekan di tingkat yang sangat minim. Pembangunan nasionalnya dititik beratkan kepada pemeliharaan kesehatan dan pendidikan. Dua hal yang merupakan kebutuhan mendasar rakyat di negeri tersebut. Di Kuba, fasilitas kesehatan dan pendidikan adalah gratis. Hanya orang asing yang harus membayar fasilitas tersebut. Walaupun gratis, kualitas layanan kesehatan dan pendidikan sangat baik.
Dalam film dokumenternya, SICKO, Michael Moore mentertawakan Amerika Serikat atas buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan di negara adidaya tersebut. Salah satu adegan dalam SICKO tersebut adalah Michael Moore membawa warga Amerika yang ditelantarkan layanan medis di Amerika menyeberang ke Kuba untuk mendapatkan pengobatan. Alhasil, pengobatan yang relatif murah dan fasilitas yang sangat baik didapatkan warga Amerika tersebut.
Teknologi kedokteran dan kualitas dokter Kuba juga dikenal sangat baik dan maju. Bahkan Kuba menjadi negara pengekspor tenaga dokter ke negara-negara tetangga, seperti Venezuela. Tenaga dokter tersebut ditukar dengan minyak, karena Kuba tidak memiliki ladang minyak untuk pembangunan negara tersebut.
Di negeri tercinta kita ini, kita menemukan banyak yang harus diperbaiki. Kita percaya, pemerintah telah berkomitmen untuk menghilangkan ketergantungan terhadap hutang negara-negara donor yang sangat merugikan. Tahun lalu kita telah melunasi seluruh hutang ke IMF, kita patut bersyukur.
Kalau pemerintah telah jera dan menghindari hutang, jangan lantas kita masyarakat mengulangi kesalahan pemerintah. Kalau kita menginginkan handphone baru, atau barang konsumsi sekunder lainnya, layaklah kita bertanya; apakah kita akan membeli dengan kemampuan kita atau malahan berhutang dengan bunga tinggi, seperti bunga kartu kredit?. Mari kita hidup sederhana dengan tidak mengumbar nafsu belanja, apalagi menganggap hutang di kartu kredit sebagai solusi. Plafon kredit kita bukan lah batas yang harus kita belanjakan semena-mena. Kita sadar bahwa iklan dan ajakan untuk berhutang sangat bertubi-tubi dan meluruhkan iman. Tapi ingat John Perkins!, ingat bahwa kartu kredit yang tidak terkendali sangat jahat kepada kita.
Fasilitas pendidikan dan kesehatan adalah problema utama bangsa kita. Pendidikan di negara kita masih sangat mahal. Hanya segelintir orang yang mampu mendapatkan kesempatan belajar sampai tuntas. Masih banyak bagian masyarakat kita terpaksa meninggalkan bangku pendidikan sebelum waktunya dengan alasan biaya. Fasilitas kesehatan pun masih merupakan barang mahal. Orang miskin sampai-sampai dilarang sakit. Karena alangkah menderitanya si miskin kalau sakit, mengingat tidak adanya asuransi kesehatan dan mahalnya biaya pengobatan. Program-program kesehatan untuk masyarakat miskin masih belum menjangkau sasaran. Masih dibutuhkan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk membentuk dana asuransi yang kuat sehingga dapat menjamin seluruh masyarakat Indonesia.
Pada praktiknya, kita tidak boleh mengabaikan cadangan/asuransi dana kesehatan dan pendidikan. Tidak usahlah kita berfoya-foya saat ini, dana kesehatan dan pendidikan jauh lebih penting kita pikirkan dengan penghasilan kita yang terbatas. Kita tidak boleh menunggu pemerintah menolong kita. Kita lah yang harus menolong diri kita sendiri.
Kita lebih senang menikmati produk asing daripada produk sendiri. Kita lebih bangga memperbesar pundi-pundi orang asing daripada membantu bangsa sendiri untuk bangkit. Kenapa kita memasyarakatkan roti dan mie kalau kita tahu gandum tidak tumbuh di negara kita. Negara kita adalah negara beras, membiasakan mengkonsumsi gandum adalah pemborosan devisa sekaligus hanya menyenangkan produsen gandum. Kenapa tidak kita perbesar produksi beras dan membuat mereka memakan apapun yang dibuat dari beras, bukan sebaliknya.
Kenapa harus diteriakan slogan-slogan cinta produk sendiri. Seharusnya mengkonsumsi produk sendiri merupakan sifat dasar kita. Mengkonsumsi produk sendiri berarti saling menolong dan saling mendukung kelangsungan usaha dan kesejahteraan masyarakat luas. Mereka butuh kita, dan kita butuh mereka. Itu semua adalah timbal balik dan saling menguntungkan. Tidak ada untungnya kalau kita memperkaya orang asing, kekayaan kita hanya diboyong ke negeri mereka, dan kita tidak mendapatkan apa-apa. Saat ini mungkin produk kita kalah kualitas, namun lambat laun pasti akan ada perbaikan. Bukankah kita sudah biasa saling mengingatkan, sudah sering mengkritik dan meminta perbaikan. Mereka yang tidak serius dan tidak memberikan kualitas terbaik akan kita tinggalkan untuk beralih ke produk dalam negeri yang lebih baik.
Pada akhirnya, saya sungguh takjub terhadap prestasi negeri Kuba. Walaupun dimusuhi dan diisolir oleh negara adidaya, mereka tetap teguh dan berkonsentrasi mengembangkan potensi bangsa mereka sehingga tetap mandiri dan diperhitungkan oleh komunitas internasional. Tanggal 1 Januari 2008, selamat ulang tahun negeri Kuba yang ke 49.
Bagaimana pendapat anda?
Comments