JK Ngawur: Menuduh Orang Kecil Penyebab Pembalakan dan Bencana
Tadi pagi (4/01/08) dari berita sekitar jam 8.15 di Radio Smart FM penyiar memberitakan bahwa Jusuf Kalla mengatakan akibat naiknya harga minyak bumi, maka banyak rakyat Indonesia tidak mampu membeli bahan bakar minyak. Sehingga mereka mengganti bahan bakar minyak dengan kayu bakar. Konversi tersebut mengakibatkan perambahan hutan semakin marak dan memicu kerusakan lingkungan. Pada akhirnya kerusakan lingkungan tersebut mengakibatkan bencana banjir yang saat ini mendera sebagian penduduk pulau Jawa.
Jusuf Kalla menambahkan pernyataannya, yang diperdengarkan di radio, bahwa ia mendengar keluhan para Polisi Hutan yang kesulitan mencegah penduduk merambah hutan. Polisi Hutan dibuat ketakutan dan tidak berani menindak penduduk yang katanya berani main kekerasan.
Terus terang mendengar berita tersebut saya menjadi sangat geram. Pak Wakil Presiden berbicara kepada rakyat ini, seolah-olah rakyat Indonesia bodoh, tidak tahu apa-apa. Pernyataan JK sungguh mengingkari pengetahuan umum rakyat kita, dan asal tuduh. Bahwa terdapat konversi bahan bakar dari minyak menjadi kayu bakar adalah benar dan terjadi. Namun pernyataan bahwa konversi tersebut mengakibatkan perambahan hutan dan memicu kerusakan lingkungan adalah pernyataan yang ngawur dan asal tunjuk sekaligus kebiasaan menyalahkan rakyat kecil namun menutup mata terhadap tindakan cukong-cukong milyarder pembabat hutan.
Indonesia dianugerahi sebagai juara dunia dalam hal perusakan hutan oleh Greenpeace. Sedangkan dalam hal emisi karbon, menurut Wetlands International, Indonesia masih nomor tiga dibawah Amerika Serikan dan Cina. Indonesia memiliki 126,8 juta hektar hutan. Namun, saat ini, hutan kita berada dalam kondisi kritis. Menurut Walhi, laju perusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta hektar per tahun. Artinya, tiap tahun kita kehilangan areal hutan kurang lebih seluas Pulau Bali. Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan.
Masih menurut Walhi, hutan Indonesia hanya mampu memasok 46,77 juta meter kubik kayu bulat tiap tahunnya. Ironisnya, kapasitas industri kayu Indonesia mencapai 96,19 juta meter kubik, dua kali lipat kemampuan hutan Indonesia. Kebutuhan pasokan kayu yang melebihi kapasitas tersebut memicu maraknya pembalakan liar. Pada tahun 2006, total kayu ilegal untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri mencapai 30,18 juta meter kubik, dan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 36,22 triliun.
Siapa lagi yang bertanggungjawab terhadap kayu illegal kalau bukan pemodal-pemodal besar. Orang-orang kecil yang tidak mampu untuk membeli minyak tidak mungkin mampu memodali pembalakan liar seperti yang dituduhkan Jusuf Kalla. Jadi kenapa sang Wakil Presiden harus menuduh mereka?, apakah beliau lupa terhadap keberadaan cukong-cukong pembalak liar? Atau gajah di pelupuk mata tidak kelihatan? Sedangkan kuman diseberang laut selalu menjadi perhatian sang Wapres? Wallahu a’lam.
Yang menyedihkan adalah, ternyata tidak mudah menangkap para cukong teroris tersebut. Tahun 2007 lalu pengadilan menjatuhkan vonis bebas atas 18 orang dari 25 cukong pelaku pembalakan liar (illegal logging hasil Operasi Hutan Lestari (OHL) II Papua 2005). Kita juga membaca dibebasnya cukong pembalak hutan kakap Adelin Lis dari Medan.
Saya hanya berharap semoga negara ini cepat sadar, bahwa bencana-bencana besar yang melanda adalah bukan karena kesalahan kita yang kecil. Kita telah membuat kesalahan besar, sehingga mendapatkan musibah besar. Seluruh mata rakyat melihat, seluruh telinga mendengar, kami pasti akan menemukan pemimpin kuat bagi bangsa ini. Sehingga para pemimpin tersebut nantinya akan menegakkan kebenaran dan membela keadilan. Ya Allah, bantulah kami.
Jusuf Kalla menambahkan pernyataannya, yang diperdengarkan di radio, bahwa ia mendengar keluhan para Polisi Hutan yang kesulitan mencegah penduduk merambah hutan. Polisi Hutan dibuat ketakutan dan tidak berani menindak penduduk yang katanya berani main kekerasan.
Terus terang mendengar berita tersebut saya menjadi sangat geram. Pak Wakil Presiden berbicara kepada rakyat ini, seolah-olah rakyat Indonesia bodoh, tidak tahu apa-apa. Pernyataan JK sungguh mengingkari pengetahuan umum rakyat kita, dan asal tuduh. Bahwa terdapat konversi bahan bakar dari minyak menjadi kayu bakar adalah benar dan terjadi. Namun pernyataan bahwa konversi tersebut mengakibatkan perambahan hutan dan memicu kerusakan lingkungan adalah pernyataan yang ngawur dan asal tunjuk sekaligus kebiasaan menyalahkan rakyat kecil namun menutup mata terhadap tindakan cukong-cukong milyarder pembabat hutan.
Indonesia dianugerahi sebagai juara dunia dalam hal perusakan hutan oleh Greenpeace. Sedangkan dalam hal emisi karbon, menurut Wetlands International, Indonesia masih nomor tiga dibawah Amerika Serikan dan Cina. Indonesia memiliki 126,8 juta hektar hutan. Namun, saat ini, hutan kita berada dalam kondisi kritis. Menurut Walhi, laju perusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta hektar per tahun. Artinya, tiap tahun kita kehilangan areal hutan kurang lebih seluas Pulau Bali. Kerusakan hutan kita dipicu oleh tingginya permintaan pasar dunia terhadap kayu, meluasnya konversi hutan menjadi perkebunan sawit, korupsi dan tidak ada pengakuan terhadap hak rakyat dalam pengelolaan hutan.
Masih menurut Walhi, hutan Indonesia hanya mampu memasok 46,77 juta meter kubik kayu bulat tiap tahunnya. Ironisnya, kapasitas industri kayu Indonesia mencapai 96,19 juta meter kubik, dua kali lipat kemampuan hutan Indonesia. Kebutuhan pasokan kayu yang melebihi kapasitas tersebut memicu maraknya pembalakan liar. Pada tahun 2006, total kayu ilegal untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam negeri mencapai 30,18 juta meter kubik, dan telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp. 36,22 triliun.
Siapa lagi yang bertanggungjawab terhadap kayu illegal kalau bukan pemodal-pemodal besar. Orang-orang kecil yang tidak mampu untuk membeli minyak tidak mungkin mampu memodali pembalakan liar seperti yang dituduhkan Jusuf Kalla. Jadi kenapa sang Wakil Presiden harus menuduh mereka?, apakah beliau lupa terhadap keberadaan cukong-cukong pembalak liar? Atau gajah di pelupuk mata tidak kelihatan? Sedangkan kuman diseberang laut selalu menjadi perhatian sang Wapres? Wallahu a’lam.
Yang menyedihkan adalah, ternyata tidak mudah menangkap para cukong teroris tersebut. Tahun 2007 lalu pengadilan menjatuhkan vonis bebas atas 18 orang dari 25 cukong pelaku pembalakan liar (illegal logging hasil Operasi Hutan Lestari (OHL) II Papua 2005). Kita juga membaca dibebasnya cukong pembalak hutan kakap Adelin Lis dari Medan.
Saya hanya berharap semoga negara ini cepat sadar, bahwa bencana-bencana besar yang melanda adalah bukan karena kesalahan kita yang kecil. Kita telah membuat kesalahan besar, sehingga mendapatkan musibah besar. Seluruh mata rakyat melihat, seluruh telinga mendengar, kami pasti akan menemukan pemimpin kuat bagi bangsa ini. Sehingga para pemimpin tersebut nantinya akan menegakkan kebenaran dan membela keadilan. Ya Allah, bantulah kami.
Comments