Kecewa dengan Keberpihakan Media Massa terhadap Teori Evolusi

Saya kecewa dengan pemihakan Kompas terhadap teori evolusi. Hal tersebut terlihat dari seringnya Kompas menurunkan artikel yang mengopinikan kebenaran teori evolusi. Artikel terakhir koran tersebut adalah pada kolom “Tahukah Anda?” yang terbit 07/01/08 halaman 40, Kompas mengutip dari Reuters tentang pendapat peneliti bahwa nenek moyang ikan paus adalah sejenis rakun.

Dalam hal keberadaan makhluk hidup ada dua teori utama yang selalu diperdebatkan, yaitu Teori Penciptaan dan Teori Evolusi. Teori penciptaan berpendapat bahwa keberagaman makhluk hidup ada secara disengaja dan diciptakan sedemikian rupa oleh Maha Pencipta, Dia lah Allah, Tuhannya Musa, Isa, dan Muhammad. Sedangkan Teori Evolusi, yang dimotori oleh Darwin, berpendapat bahma seluruh makhluk hidup senantiasa melakukan evolusi ribuan tahun untuk mendapatkan bentuk sempurnanya saat ini.

Dari saya kecil, dan saya yakin juga pembaca juga demikian, kita sudah diajarkan tentang betapa agungnya ciptaan Tuhan. Semuanya diciptakan begitu detil dan beraneka ragam untuk keseimbangan alam. Namun, ketika kita sudah mulai banyak mengakses budaya barat, opini-opini evolusi mulai deras kita rasakan. Opini evolusi sangat jelas dikampanyekan lewat film, televisi, film dokumenter yang berlabel ilmiah, buku-buku, bahkan koran-koran. Awalnya memang timbul kebingungan, kenapa bangsa barat begitu bersemangat bicara evolusi, padahal yang ada di kepala saya, penciptaan adalah perkara yang pasti dan final. Memang kita diajarkan Darwin waktu kecil, namun pelajaran Darwin waktu itu hanyalah gurauan belaka. Siapa yang mau diejek keturunan monyet?.

Derasnya opini teori evolusi seperti tidak terbendung, sekuat derasnya budaya dan pemikiran barat ke hadapan kita. Sebagian besar produk ilmu, seperti buku-buku referensi ilmiah, kita ambil mentah-mentah dari barat. Demikian juga dengan produk budaya seperti film, musik, dan tren-tren lainnya. Adalah wajar karena hal di atas maka opini teori evolusi pun ikut menumpang. Kita seperti terbuai dan tidak mampu untuk melawan opini teori evolusi. Sampai akhirnya muncul Harun Yahya, seorang cendekiawan muslim asal Turki. Harun Yahya muncul di Indonesia dan seluruh penjuru dunia dengan kampanyenya atas kebenaran teori penciptaan dan menguak tabir-tabir kebohongan teori evolusi.

Jujur saja, awal munculnya Harun Yahya, saya pribadi tidak memahami apa misi Harun Yahya. Saya hanya mengambil manfaat atas film-film dokumenter tentang keindahan alam dan sejarah manusia yang begitu berharga dan mempesona. Namun lambat laun, jelaslah bahwa Harun Yahya membawa suatu misi besar. Yaitu meluruskan pemahaman umat tentang teori evolusi dan memperkuat pemahaman teori penciptaan. Sungguh apa yang dikemukakan Harun Yahya adalah pengetahuan yang tidak mudah kita dapatkan di jaman yang diselimuti tabir-tabir gelap evolusionis.

Kegemparan dan fenomena Harun Yahya ternyata tidak dirasakan hanya di negara-negara muslim seperti Indonesia. Harun Yahya langsung menyerbu jantung pembela evolusi terbesar, yaitu Eropa. Harun Yahya menjadi momok bagi kaum evolusionis sekaligus mendapatkan dukungan dari kaum pro teori penciptaan yang sudah sejak lama tersingkir di panggung Eropa. Mereka adalah ilmuwan-ilmuwan dan kaum agamis (Kristiani) di Eropa.

Eropa dibuat terkejut dengan film-film dokumenter Harun Yahya karena begitu lengkapnya data Harun Yahya dan validitas data tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Harun Yahya menjelaskan teori penciptaan dengan sangat logis dan mengungkapkan penyembunyian-penyembunyian di balik teori evlolusi. Bangsa Eropa seakan terkaget-kaget dengan adanya kampanye Harun Yahya. Yang dipahami Eropa adalah bahwa mereka hanya mengetahui satu teori tentang keberadaan makhluk hidup, yaitu teori evolusi, tidak ada yang lain.

Bagi Eropa, teori evolusi laksana kitab suci. Pengingkaran terhadap teori tersebut diibaratkan seperti pengingkaran terhadap teori holocaust (pembantaian Yahudi oleh Jerman). Banyak sekali ilmuwan-ilmuwan yang diisolasi dan harus dikeluarkan dari kelompok main stream karena mempertanyakan teori evolusi tersebut. Darwin bagaikan tuhan di Eropa, sehingga ia dipuja-puja sedemikian rupa dan pengagumnya luput mempelajari buku Darwin yang sesungguhnya bahkan mereka lupa terhadap budaya kritis mereka.

Tidak mudah bagi warga Eropa dan dunia, termasuk warga negara kita, untuk mendapatkan pemberitaan dan opini yang seimbang terkait dengan dua teori ini. Selalu saja teori evolusi yang disebarluaskan sedemikian rupa dan sebaliknya tidak mudah mengakses informasi atau pemberitaan di media massa tentang teori penciptaan. Di Indonesia saja, seperti yang kita lihat di koran-koran nasional, ada semacam kesengajaan untuk lebih sering menampilkan ide-ide evolusionis dan menyembunyikan ide-ide penciptaan. Ini tentu saja sangat ironi mengingat sebagian besar bangsa kita adalah percaya kepada penciptaan yang dilakukan oleh Allah. Dengan alasan itulah saya mengkritik Kompas karena tidak mempertimbangkan keberpihakkan kepada masyarakat luas Indonesia dan kepada keseimbangan pemberitaan untuk mencari kebenaran.

Untuk memperkaya referensi tentang kehebohan Eropa dan negara barat lainnya silahkan link ke alamat berikut ini LINK. Sebagai tambahan, Hollywood akan merilis film yang menelanjangi para evolusionis, berikut adalah situs webnya http://www.expelledthemovie.com.

Bagaimana pendapat anda?

Comments

ya...saya sepakat dengan kakak [boleh kan saya panggil bgt? :D).
Teori evolusi telah masuk ke jantung setiap ilmu. Contohnya saja ilmu linguistik. Ada banyak teori asal mula bahasa bersumber pada teori evolusi, seakan-akan bahasa tercipta dengan sendiri sbgaimana penuturnya yg tercipta dng sendirinya.

Sebagai orang yg percaya pada Tuhan, tentu saya tdk setuju. Karena bagaimanapun arbitrernya [manasuka] sebuah bahasa, tetap buah cipta kreatif manusia yg berpikir...
Dikky Zulfikar said…
Saya setuju. Mereka lupa jasa para pujangga dan sastrawan yang memperindah bahasa. Bahasa tidak ada begitu saja, tapi dipelajari dan ditingkatkan mutunya.

itulah kenapa dalam bahasa Jawa ada bahasa ngoko dan kromo inggil. Bahasa juga diatur sedemikian rupa dengan cita rasa, tidak terlahir begitu saja.

Dalam bahasa Arab ada istilah Balaghoh, Nahwu, dan Sharaf.

Terimakasih komentarnya Neneng. Nama anda yang indah juga diciptakan dengan sengaja, tidak ada begitu saja.

Popular posts from this blog

Gajah Oling: Lebih Percaya pada Pengaman Swasta

Asal-usul Ngeles (Mengelak) & Legenda Ngeles Amrik

Designer atau Developer