Gaya Anak STAN Tidak Butuh Duit: Pengalaman dengan Jaya Property

Awalnya adalah kebutuhan Jaya Property akan tenaga surveyor kepuasan pelanggan. Mungkin mereka berpikir dengan memanfaatkan mahasiswa agar biaya mereka bisa ditekan. Tapi rupanya mereka salah alamat.

Mahasiswa yang paling dekat dengan Jaya Property, yang berkantor sebelah Driving Range Bintaro, adalah mahasiswa STAN. Maka dengan informasi dari mulut ke mulut, ditawarkanlah pekerjaan kepada sekitar 20 an mahasiswa. Kami, waktu itu tingkat III, yang mendengar kesempatan tersebut beramai-ramai mendaftar. Perusahaan sempat mengadakan seleksi, berupa wawancara dan tes psikologi yang kami tidak tahu apa gunanya, tapi kabarnya kami diterima semua. Lucunya, pas wawancara terakhir, kebiasaan sebagai aktivis mulai muncul. Ceritanya kami mendengar bahwa tawaran gaji yang diberikan tidak seberapa, seingat saya di bawah Rp. 100.000,-. Mendengar hal tersebut, di kantor Jaya Property kami minta waktu berunding dengan sesama mahasiswa di ruang meeting. Kalau tidak salah motornya adalah Roy Martfianto. Kami kemudian sepakat tidak mau di bayar murah, apalagi mengetahui pekerjaannya berat sebagai surveyor. Argumentasinya adalah kami mahasiswa spesial, setiap bulannya saja kami dapat mengantongi gaji sekitar Rp. 250.000,-. (ingat belum krismon uang itu masih di atas UMR). Dengan menerima pekerjaan tersebut kami akan melaksanakannya dengan kesungguhan dan profesional, ceile.

Mendengar tuntutan kami, manajemen Jaya Property tidak bisa berbuat banyak. Ia mengatakan, seharusnya pekerjaan tersebut bisa menjadi pengalaman dan nilai tambah bagi mahasiswa dan bermanfaat buat CV kami. Rupanya, kami anak STAN berpikiran lain, kami sebagai mahasiswa sudah tahu uang, dan pengin menjadikan pekerjaan tersebut salah satu tempat mendapatkan uang, bukan pengalaman. Akhirnya, no deal, dan kami bangga dengan keputusan kami. Hebat kan anak STAN. Semoga sikap kami waktu itu tidak berdampak negatif pada adik-adik kelas kami di mata Jaya Property.