Bapak dalam Kenanganku
Prestasi, Tampil Sebagai Contoh dan Hidup Sehat
Sejak kecil, Bapakku adalah seorang yatim piatu. Beliau sering menggoda kami ketika kecil, alangkah beruntungnya kami anak-anak Bapak yang punya bapak ibu, sedangkan beliau adalah seorang yatim piatu. Persaudaraan Bapak dengan kakak dan adiknya sangat erat. Walaupun yatim piatu, Bapak bisa menamatkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, dan mendapatkan gelar Doktorandus dari Fakultas Filsafat IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang Universitas Islam Negeri Yogyakarta).
Bapak adalah orang yang pandai dan berprestasi. Semasa kuliah, Bapak seringkali menjadi rujukan teman-temannya baik dalam hal akademis, dakwah, maupun bisnis. Mungkin karena latar belakangnya adalah Pesantren Gontor, sehingga Bapak selalu outstanding dibandingkan rekan-rekannya di IAIN, terutama kemahirannya dalam berbahasa Arab. Semasa ujian akhir/pendadaran di IAIN, Bapak disidang oleh ustadz-ustadz dari Timur Tengah. Saat itu, menurut cerita beliau, pendadaran tersebut adalah momok terbesar bagi mahasiswa tingkat akhir. Tapi lucunya, ketika disidang, ustadz-ustadz dari Timur Tengah sangat tertarik dengan latar belakang Bapak, sehingga bukan sidang yang terjadi, namun obrolan ngalor-ngidul tentang kehidupan Bapak, terutama pengalaman pendidikannya. Bapak lulus dengan predikat mumtaz/sangat baik. Teman-temannya bertanya, apa yang ditanyakan para penguji, Bapak hanya tertawa kalau dia tidak ditanya apa-apa kecuali perjalanan hidupnya.
Bapak sangat membanggakan kemampuannya dalam berbisnis ketika mahasiswa. Ketika suatu kali ia berhasil dalam suatu kesempatan usaha, Bapak mengajak teman-temannya makan sate bareng-bareng. Makan sate adalah salah satu kegiatan mewah waktu itu. Bapak menceritakan, walaupun beliau anak yatim piatu, tapi beliau memiliki vespa, simbol kebanggaan masa itu. Bapak adalah orang yang sangat percaya diri.
Suatu waktu tertentu, Bapak bekerja sebagai dosen di IAIN Cirebon. Tapi beliau tidak tahan, kata beliau, gajinya tidak bisa buat beli rokok. Sehingga Bapak kabur dari pekerjaannya dan ikut kakaknya Pak De Satibi di Banjar Patoman, Jawa Barat. Pak De Satibi (almarhum) adalah salah satu kakak Bapak. Bapak adalah bagian dari 8 bersaudara, dan beliau nomor 5. Pak De adalah pengusaha yang serba bisa. Menurut cerita, Bapak menjalankan bisnis penjualan gula aren. Bapak mendistribusikan gula aren sampai ke Bandung.
Di Banjar Patoman, ada satu komunitas jawa yang masih berbahasa Jawa, padahal masyarakat sekitar berbahasa Sunda. Banjar adalah daerah Sunda, tapi di Kampung Kertahayu, rumah Pak De Satibi, konon adalah tempat pelarian salah satu bangsawan dari Keraton yang kemudian beranak pianak sampai sekarang. Alkisah dari para sesepuh keluarga, keluarga besar Bapak mempunyai garis keturunan dengan Aryo Penangsang. Ada beberapa keturunan Aryo Penangsang yang lari dari lingkungan kraton, tempat persinggahannya antara lain adalah daerah Sirau (Kroya, Cilacap), dan daerah Banjar Patoman. (Saya tidak bisa mengecek kebenaran cerita turun temurun ini, namun I’am happy to know that).
Pada suatu waktu, ketika Bapak sedang berada di rumah kakaknya, Pak De Masrur di Kroya, ada rombongan aktivis Muhammadiyah dari Purwokerto dan Banyumas yang sedang berkunjung melakukan muhibah. Salah satu tamunya adalah Mbah saya, Mbah Samhudi dari Purwokerto. Diceritakan, dalam rombongan tersebut turut pula seorang gadis bernama Rohmaniati. Beliau aktif dalam kegiatan keputrian di Muhammadiyah.
Itulah awal pertemuan dan perkenalan Bapak dengan Ibuku. Kakak-kakak Bapak beberapa waktu kemudian datang ke rumah Mbah Samhudi untuk melamar gadis Rohmaniati. Lamaran diterima, menurut cerita, lamaran tersebut diterima karena Bapak adalah lulusan Pesantren Gontor Ponorogo. Mbah Samhudi adalah seorang pengusaha tenun dan hotel di Kota Purwokerto. Diceritakan, si gadis adalah salah satu incaran banyak pemuda, dan Mbah Samhudi menerapkan standar yang tinggi. Pernikahan syiri (dibawah tangan) diselenggarakan pada tanggal 2 Februari 1968, karena menunggu Ibu menyelesaikan Sarjana Mudanya. Sedangkan pernikahan utamanya diselenggarakan pada tanggal 1 Januari 1969.
Dengan ketawa-tawa, sambil menggoda Ibu, Bapak menceritakan keberhasilannya melamar Ibu, walaupun orang kampung dan yatim piatu, Bapak berhasil mempersunting anak seorang pengusaha. Bahkan Bapak menjadi mantu kebanggaan keluarga Samhudi. Dulu, kalau Bapak cerita kisah tersebut, Ibu pasti membalas godaan Bapak, entah dengan cubitan, maupun bantahan sambil serang balik dengan berbagai argumentasi. Mereka selalu mesra sebagai pasangan Bapak dan Ibu kami.
Setelah berkeluarga, Bapak mulai merintis bisnisnya di sebuah desa kecil bernama Sampang. Sampang terletak 25 km dari Purwokerto ke arah Cilacap. Bapak membuka kios toko perhiasan mas di pasar kampung tersebut. Awalnya, Bapak bolak-balik Sampang Purwokerto, namun pada akhirnya Bapak menetap di Sampang.
Bapak menceritakan, awal kedatangan Bapak di Sampang, Sampang adalah salah satu tempat sepi yang terkenal dengan premanisme dan kemusyrikan. Bapak adalah seorang pendakwah, Bapak dan rekan-rekannya di Sampang mulai mendirikan bendera dakwah dengan membawa organisasi Muhammadiyah sebagai alatnya. Masjid Baituraahman di Sampang diceritakan oleh Bapak adalah bekas tobong. Tobong adalah tempat penyelenggaraan wayang dan hiburan lainnya. Sedikit demi sedikit, dakwah Bapak di Sampang menunjukkan hasil. Bisnis Bapak di Sampang pun berkembang.
Di Sampang, Bapak dikenal sebagai seorang juru dakwah dan pengusaha. Menurut aktivis Muhammadiyah di Sampang, Bapak adalah salah satu donatur dan pemberi wakaf yang sangat berperan dalam pembangunan Sampang. Bapak adalah jamaah masjid yang aktif, baik dalam sholat berjamaah, memberikan kuliah pengajian, memimpin sholat, dan berorganisasi di Muhammadiyah. Sejak saya kecil, Bapak mendidik kami dalam berdisiplin sholat berjamaah di masjid dan mengaji. Sering sekali saya, kakak dan adik, kena marah dan dikejar-kejar Bapak, gara-gara membolos jamaah maupun mengaji. Bapak mempunyai disiplin tinggi dalam hal ibadah, termasuk ibadah sholat tahajud dan sholat shubuh. Bapak sedikit bicara tentang hal ini, beliau hanya memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada kami anak-anaknya.
Bapak mempunyai kemampuan orasi di atas rata-rata. Beliau adalah salah satu penceramah yang paling disukai oleh jamaah Sampang. Gaya bicaranya santai tapi padat berisi. Pengajiannya selalu diselingi humor yang membuat jamaah bersemangat mendengarkan. Bapak selalu bisa membuat pendengar kuliahnya betah. Selain pandai berceramah, Bapak juga berpengalaman dalam organisasi. Pengalamannya tersebut, baik selama belajar di Gontor, mahasiswa, maupun di organisasi Muhammadiyah, sangat mendukung peran Bapak sebagai seorang ulama, pengusaha, dan pemimpin masyarakat.
Dalam hal bisnis, Bapak adalah seorang entrepreneur sejati. Selain toko mas yang digelutinya, Bapak juga berbisnis kayu, cengkeh, dan menjadi pengumpul buah jeruk. Bapak pandai melakukan kaderisasi; ibu lah kader utama beliau, sehingga beliau masih sempat melaksanakan kegiatan-kegiatan lainnya seperti dakwah, dan hobi memelihara perkutut, burung dara, dan ayam jago. Ibu sering geleng-geleng kepala melihat aktivitas bapak. Walaupun banyak urusan, tapi perkutut, burung dara, dan ayam jago tetap saja diberi alokasi waktu. Sampai-sampai ibu seringkali marah karena hal ini.
Bapak adalah pengumpul binatang. Apa saja yang beliau suka beliau kumpulkan. Di rumah, selain yang wajib, yaitu perkutut, ayam jago, dan burung dara, berbagai jenis burung dan binatang jadi koleksinya. Seingat saya, bapak pernah memelihara kijang, monyet, lutung, biawak, dan berbagai jenis unggas, dari kakak tua, beo, dan entah masih banyak lagi.
Dalam hal pendidikan, Bapak sangat menginginkan kami anak-anak untuk mengutamakan belajar agama. Karena agama adalah bekal utama dalam hidup. Seluruh anak laki-laki di keluarga kami, kecuali Mas Dahri, pernah mengenyam pendidikan pesantren. Dan sebagai seorang entrepreneur, Bapak pun mendidik kami untuk mandiri, menjadi pengusaha dan tidak bercita-cita sebagai pegawai. Ini lah salah satu didikan Pesantren Gontor, yaitu hidup mandiri dan membuka lapangan pekerjaan.
Bapak selalu ingin memastikan bahwa kami anak-anak dapat memiliki bekal dasar agama. Suatu waktu, pernah saya tiba-tiba dipanggil Bapak dan dites membaca alquran. Alhamdulillah saya lulus. Mungkin kemampuan membaca alquran menjadi salah satu ukuran oleh Bapak dalam menilai kami.
Bapak adalah orang yang sangat suka olahraga. Kegemaran Bapak adalah tinju, sepakbola, dan bulu tangkis. Bapak tidak pernah ketinggalan menonton tinju maupun sepakbola. Olahraga yang sangat bapak sukai adalah bulu tangkis. Dari saya kecil, Bapak dikenal sebagai pemain yang sulit ditaklukkan. Bapak mempunyai dropshot silang maut. Di rumah, kami mempunyai len (lapangan) bulu tangkis yang ramai di waktu malam hari. Bapak adalah salah satu bintangnya. Stamina dan tekniknya dikenal sangat baik. Hampir tidak ada yang mengalahkan Bapak. Bahkan sampai saya kuliah dulu. Bapak tidak hanya bermain di rumah tapi berani nglurug (datang ke tempat lawan). Bapak biasanya pergi main bulu tangkis bersepeda. Walaupun Bapak berbadan gemuk, sampai akhir pun saya belum pernah mengalahkan beliau. Kalau bermain bulu tangkis, Bapak paling suka ketawa-tawa melihat lawannya terbirit-birit.
Kegemarannya berolahraga membuat Bapak sangat sehat. Bapak jarang sekali sakit, walau itu adalah sakit pilek batuk sekalipun. Alhamdulillah Bapak dikarunai badan yang sehat dan tidak mengidap penyakit. Sering Bapak ngejek saya yang sering pilek dan batuk. Badan Bapak walaupun gemuk, tapi kencang. Dalam usianya, Bapak akhirnya memang mencapai kegemukan. Ibu harus sering mengingatkan untuk kontrol koleterol dan gula darah. Gula darahnya sempat tinggi, namun dapat dikontrol dan tidak menimbulkan penyakit berkelanjutan. Kegemaran Bapak adalah sate dan gulai kambing. Kegemaran tersebut menurun ke anak-anaknya, termasuk saya.
Empat tahun lalu, Bapak terkena stroke. Bapak kehilangan sebagian kemampuan mengingat dan bicaranya. Namun alhamdulillah, tubuhnya tetap sehat. Tapi lambat laun, kemampuan Bapak semakin berkurang, tapi tidak semangatnya. Dalam kekurangannya, Bapak selalu berusaha untuk percaya diri. Beliau selalu berpikir dirinya sehat tak punya sakit. Bapak selalu mengajak ngobrol siapapun yang berkunjung atau ditemuinya. Memang agak sulit memahami obrolan Bapak, tapi kami tetap berusaha memahaminya. Beliau tetap semangat pergi ke pasar untuk menengok kiosnya. Walaupun hanya datang, duduk sebentar, dan pulang kembali untuk beristirahat. Beliau tidak pernah bilang dirinya sakit. Bahkan suatu waktu Bapak pingsan karena sakit sesak nafas, kami bercucuran air mata membawa beliau ke rumah sakit. Setelah sadar, beliau memaksa pulang. Beliau tidak bersedia di rawat di rumah sakit. Beliau tetap merasa sehat.
Beliau tetap bersiap di pagi hari dan mengajak pergi. Entah ke rumah kakaknya di Kroya, ke tempat Mba Diana, Mas Dahri, atau sekedar berjalan-jalan. Beliau tidak betah tinggal diam. Keluarga di rumah yang sering kali kewalahan memahami keinginan Bapak. Bapak sering kesal, kenapa tidak ada yang paham maksud bicaranya. Bapak, maafkan kami.
Bapak paling senang diajak jalan-jalan. Ke Yogya menengok Dian, Dini dan Didi menjadi salah satu wisatanya. Ke Jakarta, beliau sering maksa untuk ikut. Di Jakarta tentu saja ada Dahlia, si bontot anak kesayangannya. Bapak seperti tidak punya rasa capek. Hanya tubuhnya saja yang tidak bisa melayani semangatnya. Beliau terlihat tentram sekali kalau berkumpul dengan anak-anak, apalagi ditambah cucu-cucunya. Di Sampang, kedatangan anak-anak dan cucu-cucu menjadi salah satu kebahagiannya.
Bapak tersayang, kami tak akan pernah lupa akan contoh dan nasehat yang telah engkau berikan. Kami haturkan terima kasih atas ilmu dan didikan yang telah engkau wariskan.
Ya Allah, saya bersaksi, beliau adalah seorang muslim yang bertakwa dan pembela agama-Mu yang gigih, sampai ia menutup usia. Berikanlah kepadanya kasih dan sayang-Mu, ampunilah dosa-dosanya, Amin.
Sejak kecil, Bapakku adalah seorang yatim piatu. Beliau sering menggoda kami ketika kecil, alangkah beruntungnya kami anak-anak Bapak yang punya bapak ibu, sedangkan beliau adalah seorang yatim piatu. Persaudaraan Bapak dengan kakak dan adiknya sangat erat. Walaupun yatim piatu, Bapak bisa menamatkan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, dan mendapatkan gelar Doktorandus dari Fakultas Filsafat IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta (sekarang Universitas Islam Negeri Yogyakarta).
Bapak adalah orang yang pandai dan berprestasi. Semasa kuliah, Bapak seringkali menjadi rujukan teman-temannya baik dalam hal akademis, dakwah, maupun bisnis. Mungkin karena latar belakangnya adalah Pesantren Gontor, sehingga Bapak selalu outstanding dibandingkan rekan-rekannya di IAIN, terutama kemahirannya dalam berbahasa Arab. Semasa ujian akhir/pendadaran di IAIN, Bapak disidang oleh ustadz-ustadz dari Timur Tengah. Saat itu, menurut cerita beliau, pendadaran tersebut adalah momok terbesar bagi mahasiswa tingkat akhir. Tapi lucunya, ketika disidang, ustadz-ustadz dari Timur Tengah sangat tertarik dengan latar belakang Bapak, sehingga bukan sidang yang terjadi, namun obrolan ngalor-ngidul tentang kehidupan Bapak, terutama pengalaman pendidikannya. Bapak lulus dengan predikat mumtaz/sangat baik. Teman-temannya bertanya, apa yang ditanyakan para penguji, Bapak hanya tertawa kalau dia tidak ditanya apa-apa kecuali perjalanan hidupnya.
Bapak sangat membanggakan kemampuannya dalam berbisnis ketika mahasiswa. Ketika suatu kali ia berhasil dalam suatu kesempatan usaha, Bapak mengajak teman-temannya makan sate bareng-bareng. Makan sate adalah salah satu kegiatan mewah waktu itu. Bapak menceritakan, walaupun beliau anak yatim piatu, tapi beliau memiliki vespa, simbol kebanggaan masa itu. Bapak adalah orang yang sangat percaya diri.
Suatu waktu tertentu, Bapak bekerja sebagai dosen di IAIN Cirebon. Tapi beliau tidak tahan, kata beliau, gajinya tidak bisa buat beli rokok. Sehingga Bapak kabur dari pekerjaannya dan ikut kakaknya Pak De Satibi di Banjar Patoman, Jawa Barat. Pak De Satibi (almarhum) adalah salah satu kakak Bapak. Bapak adalah bagian dari 8 bersaudara, dan beliau nomor 5. Pak De adalah pengusaha yang serba bisa. Menurut cerita, Bapak menjalankan bisnis penjualan gula aren. Bapak mendistribusikan gula aren sampai ke Bandung.
Di Banjar Patoman, ada satu komunitas jawa yang masih berbahasa Jawa, padahal masyarakat sekitar berbahasa Sunda. Banjar adalah daerah Sunda, tapi di Kampung Kertahayu, rumah Pak De Satibi, konon adalah tempat pelarian salah satu bangsawan dari Keraton yang kemudian beranak pianak sampai sekarang. Alkisah dari para sesepuh keluarga, keluarga besar Bapak mempunyai garis keturunan dengan Aryo Penangsang. Ada beberapa keturunan Aryo Penangsang yang lari dari lingkungan kraton, tempat persinggahannya antara lain adalah daerah Sirau (Kroya, Cilacap), dan daerah Banjar Patoman. (Saya tidak bisa mengecek kebenaran cerita turun temurun ini, namun I’am happy to know that).
Pada suatu waktu, ketika Bapak sedang berada di rumah kakaknya, Pak De Masrur di Kroya, ada rombongan aktivis Muhammadiyah dari Purwokerto dan Banyumas yang sedang berkunjung melakukan muhibah. Salah satu tamunya adalah Mbah saya, Mbah Samhudi dari Purwokerto. Diceritakan, dalam rombongan tersebut turut pula seorang gadis bernama Rohmaniati. Beliau aktif dalam kegiatan keputrian di Muhammadiyah.
Itulah awal pertemuan dan perkenalan Bapak dengan Ibuku. Kakak-kakak Bapak beberapa waktu kemudian datang ke rumah Mbah Samhudi untuk melamar gadis Rohmaniati. Lamaran diterima, menurut cerita, lamaran tersebut diterima karena Bapak adalah lulusan Pesantren Gontor Ponorogo. Mbah Samhudi adalah seorang pengusaha tenun dan hotel di Kota Purwokerto. Diceritakan, si gadis adalah salah satu incaran banyak pemuda, dan Mbah Samhudi menerapkan standar yang tinggi. Pernikahan syiri (dibawah tangan) diselenggarakan pada tanggal 2 Februari 1968, karena menunggu Ibu menyelesaikan Sarjana Mudanya. Sedangkan pernikahan utamanya diselenggarakan pada tanggal 1 Januari 1969.
Dengan ketawa-tawa, sambil menggoda Ibu, Bapak menceritakan keberhasilannya melamar Ibu, walaupun orang kampung dan yatim piatu, Bapak berhasil mempersunting anak seorang pengusaha. Bahkan Bapak menjadi mantu kebanggaan keluarga Samhudi. Dulu, kalau Bapak cerita kisah tersebut, Ibu pasti membalas godaan Bapak, entah dengan cubitan, maupun bantahan sambil serang balik dengan berbagai argumentasi. Mereka selalu mesra sebagai pasangan Bapak dan Ibu kami.
Setelah berkeluarga, Bapak mulai merintis bisnisnya di sebuah desa kecil bernama Sampang. Sampang terletak 25 km dari Purwokerto ke arah Cilacap. Bapak membuka kios toko perhiasan mas di pasar kampung tersebut. Awalnya, Bapak bolak-balik Sampang Purwokerto, namun pada akhirnya Bapak menetap di Sampang.
Bapak menceritakan, awal kedatangan Bapak di Sampang, Sampang adalah salah satu tempat sepi yang terkenal dengan premanisme dan kemusyrikan. Bapak adalah seorang pendakwah, Bapak dan rekan-rekannya di Sampang mulai mendirikan bendera dakwah dengan membawa organisasi Muhammadiyah sebagai alatnya. Masjid Baituraahman di Sampang diceritakan oleh Bapak adalah bekas tobong. Tobong adalah tempat penyelenggaraan wayang dan hiburan lainnya. Sedikit demi sedikit, dakwah Bapak di Sampang menunjukkan hasil. Bisnis Bapak di Sampang pun berkembang.
Di Sampang, Bapak dikenal sebagai seorang juru dakwah dan pengusaha. Menurut aktivis Muhammadiyah di Sampang, Bapak adalah salah satu donatur dan pemberi wakaf yang sangat berperan dalam pembangunan Sampang. Bapak adalah jamaah masjid yang aktif, baik dalam sholat berjamaah, memberikan kuliah pengajian, memimpin sholat, dan berorganisasi di Muhammadiyah. Sejak saya kecil, Bapak mendidik kami dalam berdisiplin sholat berjamaah di masjid dan mengaji. Sering sekali saya, kakak dan adik, kena marah dan dikejar-kejar Bapak, gara-gara membolos jamaah maupun mengaji. Bapak mempunyai disiplin tinggi dalam hal ibadah, termasuk ibadah sholat tahajud dan sholat shubuh. Bapak sedikit bicara tentang hal ini, beliau hanya memberikan contoh dan menegakkan disiplin kepada kami anak-anaknya.
Bapak mempunyai kemampuan orasi di atas rata-rata. Beliau adalah salah satu penceramah yang paling disukai oleh jamaah Sampang. Gaya bicaranya santai tapi padat berisi. Pengajiannya selalu diselingi humor yang membuat jamaah bersemangat mendengarkan. Bapak selalu bisa membuat pendengar kuliahnya betah. Selain pandai berceramah, Bapak juga berpengalaman dalam organisasi. Pengalamannya tersebut, baik selama belajar di Gontor, mahasiswa, maupun di organisasi Muhammadiyah, sangat mendukung peran Bapak sebagai seorang ulama, pengusaha, dan pemimpin masyarakat.
Dalam hal bisnis, Bapak adalah seorang entrepreneur sejati. Selain toko mas yang digelutinya, Bapak juga berbisnis kayu, cengkeh, dan menjadi pengumpul buah jeruk. Bapak pandai melakukan kaderisasi; ibu lah kader utama beliau, sehingga beliau masih sempat melaksanakan kegiatan-kegiatan lainnya seperti dakwah, dan hobi memelihara perkutut, burung dara, dan ayam jago. Ibu sering geleng-geleng kepala melihat aktivitas bapak. Walaupun banyak urusan, tapi perkutut, burung dara, dan ayam jago tetap saja diberi alokasi waktu. Sampai-sampai ibu seringkali marah karena hal ini.
Bapak adalah pengumpul binatang. Apa saja yang beliau suka beliau kumpulkan. Di rumah, selain yang wajib, yaitu perkutut, ayam jago, dan burung dara, berbagai jenis burung dan binatang jadi koleksinya. Seingat saya, bapak pernah memelihara kijang, monyet, lutung, biawak, dan berbagai jenis unggas, dari kakak tua, beo, dan entah masih banyak lagi.
Dalam hal pendidikan, Bapak sangat menginginkan kami anak-anak untuk mengutamakan belajar agama. Karena agama adalah bekal utama dalam hidup. Seluruh anak laki-laki di keluarga kami, kecuali Mas Dahri, pernah mengenyam pendidikan pesantren. Dan sebagai seorang entrepreneur, Bapak pun mendidik kami untuk mandiri, menjadi pengusaha dan tidak bercita-cita sebagai pegawai. Ini lah salah satu didikan Pesantren Gontor, yaitu hidup mandiri dan membuka lapangan pekerjaan.
Bapak selalu ingin memastikan bahwa kami anak-anak dapat memiliki bekal dasar agama. Suatu waktu, pernah saya tiba-tiba dipanggil Bapak dan dites membaca alquran. Alhamdulillah saya lulus. Mungkin kemampuan membaca alquran menjadi salah satu ukuran oleh Bapak dalam menilai kami.
Bapak adalah orang yang sangat suka olahraga. Kegemaran Bapak adalah tinju, sepakbola, dan bulu tangkis. Bapak tidak pernah ketinggalan menonton tinju maupun sepakbola. Olahraga yang sangat bapak sukai adalah bulu tangkis. Dari saya kecil, Bapak dikenal sebagai pemain yang sulit ditaklukkan. Bapak mempunyai dropshot silang maut. Di rumah, kami mempunyai len (lapangan) bulu tangkis yang ramai di waktu malam hari. Bapak adalah salah satu bintangnya. Stamina dan tekniknya dikenal sangat baik. Hampir tidak ada yang mengalahkan Bapak. Bahkan sampai saya kuliah dulu. Bapak tidak hanya bermain di rumah tapi berani nglurug (datang ke tempat lawan). Bapak biasanya pergi main bulu tangkis bersepeda. Walaupun Bapak berbadan gemuk, sampai akhir pun saya belum pernah mengalahkan beliau. Kalau bermain bulu tangkis, Bapak paling suka ketawa-tawa melihat lawannya terbirit-birit.
Kegemarannya berolahraga membuat Bapak sangat sehat. Bapak jarang sekali sakit, walau itu adalah sakit pilek batuk sekalipun. Alhamdulillah Bapak dikarunai badan yang sehat dan tidak mengidap penyakit. Sering Bapak ngejek saya yang sering pilek dan batuk. Badan Bapak walaupun gemuk, tapi kencang. Dalam usianya, Bapak akhirnya memang mencapai kegemukan. Ibu harus sering mengingatkan untuk kontrol koleterol dan gula darah. Gula darahnya sempat tinggi, namun dapat dikontrol dan tidak menimbulkan penyakit berkelanjutan. Kegemaran Bapak adalah sate dan gulai kambing. Kegemaran tersebut menurun ke anak-anaknya, termasuk saya.
Empat tahun lalu, Bapak terkena stroke. Bapak kehilangan sebagian kemampuan mengingat dan bicaranya. Namun alhamdulillah, tubuhnya tetap sehat. Tapi lambat laun, kemampuan Bapak semakin berkurang, tapi tidak semangatnya. Dalam kekurangannya, Bapak selalu berusaha untuk percaya diri. Beliau selalu berpikir dirinya sehat tak punya sakit. Bapak selalu mengajak ngobrol siapapun yang berkunjung atau ditemuinya. Memang agak sulit memahami obrolan Bapak, tapi kami tetap berusaha memahaminya. Beliau tetap semangat pergi ke pasar untuk menengok kiosnya. Walaupun hanya datang, duduk sebentar, dan pulang kembali untuk beristirahat. Beliau tidak pernah bilang dirinya sakit. Bahkan suatu waktu Bapak pingsan karena sakit sesak nafas, kami bercucuran air mata membawa beliau ke rumah sakit. Setelah sadar, beliau memaksa pulang. Beliau tidak bersedia di rawat di rumah sakit. Beliau tetap merasa sehat.
Beliau tetap bersiap di pagi hari dan mengajak pergi. Entah ke rumah kakaknya di Kroya, ke tempat Mba Diana, Mas Dahri, atau sekedar berjalan-jalan. Beliau tidak betah tinggal diam. Keluarga di rumah yang sering kali kewalahan memahami keinginan Bapak. Bapak sering kesal, kenapa tidak ada yang paham maksud bicaranya. Bapak, maafkan kami.
Bapak paling senang diajak jalan-jalan. Ke Yogya menengok Dian, Dini dan Didi menjadi salah satu wisatanya. Ke Jakarta, beliau sering maksa untuk ikut. Di Jakarta tentu saja ada Dahlia, si bontot anak kesayangannya. Bapak seperti tidak punya rasa capek. Hanya tubuhnya saja yang tidak bisa melayani semangatnya. Beliau terlihat tentram sekali kalau berkumpul dengan anak-anak, apalagi ditambah cucu-cucunya. Di Sampang, kedatangan anak-anak dan cucu-cucu menjadi salah satu kebahagiannya.
Bapak tersayang, kami tak akan pernah lupa akan contoh dan nasehat yang telah engkau berikan. Kami haturkan terima kasih atas ilmu dan didikan yang telah engkau wariskan.
Ya Allah, saya bersaksi, beliau adalah seorang muslim yang bertakwa dan pembela agama-Mu yang gigih, sampai ia menutup usia. Berikanlah kepadanya kasih dan sayang-Mu, ampunilah dosa-dosanya, Amin.
Comments