Indonesia Menantang Eropa
Larangan terbang ke negara-negara Uni Eropa yang dikenakan kepada seluruh maskapai penerbangan Indonesia mulai ditanggapi lebih keras oleh Indonesia. Sekali lagi, setelah perlawanan KPPU terhadap monopoli Temasek Singapura, mari kita dukung perlawanan pemerintah ini untuk mendorong obyektifitas dan keadilan dunia internasional dalam memberikan kebijakan kepada Indonesia tercinta.
Perlawanan terbaru yang dilakukan oleh Indonesia adalah himbauan pemerintah kepada maskapai penerbangan nasional untuk tidak membeli pesawat buatan Eropa selama kebijakan sepihak Eropa yang melarang seluruh maskapai penerbangan nasional terbang ke negara-negara Eropa belum dicabut. Perlawanan tersebut menyusul perlawanan sebelumnya seperti (1) penundaan kunjungan bilateral Presiden SBY ke beberapa negara Eropa yang dibatalkan September 2007 lalu, (2) kebijakan tidak mengirimkan inspektor ke Eropa untuk pemeriksaan dan pengurusan registrasi pesawat baru, dan dengan demikian pengurusan dokumen harus dilakukan di Indonesia. Langkah lain yang akan dilakukan pemerintah adalah memeriksa pesawat Eropa seperti KLM dan Luthfansa untuk mempelajari apa yang berbeda antara maskapai tersebut dengan Garuda Indonesia.
Buat apa maskapai nasional harus membeli pesawat buatan Eropa, kalau Eropa sendiri melarang pesawat tersebut terbang ke negara-negara mereka.
Saya percaya bahwa Eropa dan negara manapun punya hak untuk memberikan kritik dan masukan atas kualitas keamanan penerbangan kita. Namun, memberikan sanksi sepihak, tanpa pembahasan dan audit pendahuluan seperti yang dilakukan Uni Eropa terhadap maskapai nasional sangat merugikan. Terutama merugikan citra Indonesia di depan dunia Internasional. Memang yang dikenai sanksi adalah maskapai nasional, di lain sisi bagaimanapun maskapai nasional merupakan salah satu simbol bangsa Indonesia di mata internasional. Pelarangan tersebut berdampak bukan hanya pada dunia penerbangan, lebih jauh lagi merambah ke dunia pariwisata, investasi, bahkan perekonomian nasional.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno (Kompas 19/12/07), di mata pemerintah Indonesia, kebijakan pelarangan terbang tersebut masih tidak jelas. Isu yang menjadi alasan pelarangan terbang terus bergeser. Dari awalnya isu surat dan dokumen yang tidak lancar, kemudian bergeser ke isu ketidakmampuan regulator, bergeser lagi ke arah hasil investigasi kecelkaan pesawat yang terangkum dalam Universal Safety Overside Audit Program (USOAP) Organisasi Internasional Penerbangan Sipil/ICAO.
Perbedaan seperti di atas seharusnya diselesaikan dulu di level diplomasi. Apalagi seperti yang kita ketahui, keputusan pelarangan terbang yang dikeluarkan Uni Eropa diputuskan sebelum ada proses audit langsung ke maskapai nasional. Hal ini sangat disesalkan mengingat dampak keputusan tersebut bukan hanya terkait dunia penerbangan.
Sudah banyak pihak membantu pemerintah dalam melakukan lobi terhadap Uni Eropa, baik level perorangan maupun perusahaan maskapai nasional yang terlanjur mempunyai kontrak beli kepada perusahaan Eropa. Mandala Air dan Batavia Air adalah dua perusahaan nasional yang terlanjur membayar uang muka untuk pemesanan pesawat, yaitu Mandala Air memesan 30 pesawat Airbus A-320, Batavia Air memesan 16 pesawat ATR (Avions de Transport Regional). Sejauh ini, usaha tersebut di atas menunjukkan hasil dengan akan datangnya tim audit Eropa tanggal 20 Januari mendatang. Agendanya adalah, menyamakan persepsi tentang standar keselamatan penerbangan antara Eropa dan Indonesia. (see… persepsi belum sama tapi keburu memberikan sanksi, gegabah bukan?).
Pemerintah dibawah SBY memang sangat serius dan tegas dalam masalah ini. Terkait dengan pembatalan kunjungan seperti yang disebutkan di atas, SBY bersikukuh untuk tetap terbang ke Eropa menggunakan Garuda Indonesia untuk kunjungan bilateralnya, dan hanya akan terbang setelah kebijakan pelarangan dicabut oleh Uni Eropa.
Perlawanan terbaru yang dilakukan oleh Indonesia adalah himbauan pemerintah kepada maskapai penerbangan nasional untuk tidak membeli pesawat buatan Eropa selama kebijakan sepihak Eropa yang melarang seluruh maskapai penerbangan nasional terbang ke negara-negara Eropa belum dicabut. Perlawanan tersebut menyusul perlawanan sebelumnya seperti (1) penundaan kunjungan bilateral Presiden SBY ke beberapa negara Eropa yang dibatalkan September 2007 lalu, (2) kebijakan tidak mengirimkan inspektor ke Eropa untuk pemeriksaan dan pengurusan registrasi pesawat baru, dan dengan demikian pengurusan dokumen harus dilakukan di Indonesia. Langkah lain yang akan dilakukan pemerintah adalah memeriksa pesawat Eropa seperti KLM dan Luthfansa untuk mempelajari apa yang berbeda antara maskapai tersebut dengan Garuda Indonesia.
Buat apa maskapai nasional harus membeli pesawat buatan Eropa, kalau Eropa sendiri melarang pesawat tersebut terbang ke negara-negara mereka.
Saya percaya bahwa Eropa dan negara manapun punya hak untuk memberikan kritik dan masukan atas kualitas keamanan penerbangan kita. Namun, memberikan sanksi sepihak, tanpa pembahasan dan audit pendahuluan seperti yang dilakukan Uni Eropa terhadap maskapai nasional sangat merugikan. Terutama merugikan citra Indonesia di depan dunia Internasional. Memang yang dikenai sanksi adalah maskapai nasional, di lain sisi bagaimanapun maskapai nasional merupakan salah satu simbol bangsa Indonesia di mata internasional. Pelarangan tersebut berdampak bukan hanya pada dunia penerbangan, lebih jauh lagi merambah ke dunia pariwisata, investasi, bahkan perekonomian nasional.
Menurut Dirjen Perhubungan Udara Budhi Mulyawan Suyitno (Kompas 19/12/07), di mata pemerintah Indonesia, kebijakan pelarangan terbang tersebut masih tidak jelas. Isu yang menjadi alasan pelarangan terbang terus bergeser. Dari awalnya isu surat dan dokumen yang tidak lancar, kemudian bergeser ke isu ketidakmampuan regulator, bergeser lagi ke arah hasil investigasi kecelkaan pesawat yang terangkum dalam Universal Safety Overside Audit Program (USOAP) Organisasi Internasional Penerbangan Sipil/ICAO.
Perbedaan seperti di atas seharusnya diselesaikan dulu di level diplomasi. Apalagi seperti yang kita ketahui, keputusan pelarangan terbang yang dikeluarkan Uni Eropa diputuskan sebelum ada proses audit langsung ke maskapai nasional. Hal ini sangat disesalkan mengingat dampak keputusan tersebut bukan hanya terkait dunia penerbangan.
Sudah banyak pihak membantu pemerintah dalam melakukan lobi terhadap Uni Eropa, baik level perorangan maupun perusahaan maskapai nasional yang terlanjur mempunyai kontrak beli kepada perusahaan Eropa. Mandala Air dan Batavia Air adalah dua perusahaan nasional yang terlanjur membayar uang muka untuk pemesanan pesawat, yaitu Mandala Air memesan 30 pesawat Airbus A-320, Batavia Air memesan 16 pesawat ATR (Avions de Transport Regional). Sejauh ini, usaha tersebut di atas menunjukkan hasil dengan akan datangnya tim audit Eropa tanggal 20 Januari mendatang. Agendanya adalah, menyamakan persepsi tentang standar keselamatan penerbangan antara Eropa dan Indonesia. (see… persepsi belum sama tapi keburu memberikan sanksi, gegabah bukan?).
Pemerintah dibawah SBY memang sangat serius dan tegas dalam masalah ini. Terkait dengan pembatalan kunjungan seperti yang disebutkan di atas, SBY bersikukuh untuk tetap terbang ke Eropa menggunakan Garuda Indonesia untuk kunjungan bilateralnya, dan hanya akan terbang setelah kebijakan pelarangan dicabut oleh Uni Eropa.
Comments