Musim Kambing Telah Tiba
Idul Adha segera tiba, kambing sudah ada di mana-mana. Sesuai dengan kewajiban muslim yang mampu, di hari qurban besok kita dianjurkan untuk meneladani Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Sebagai salah satu wujud keteladanan tersebut adalah dengan menyembelih binatang qurban dan membagikannya kepada yang tidak mampu sebagai bagian dari rasa kepedulian sosial.
Buat saya yang tinggal di perkampungan di Jakarta, daerah Kayumanis Pramuka, maka hari-hari ini harus rela untuk mencium bau khas kambing dan kotorannya. Bagaimana tidak, sepanjang jalan Kayumanis Timur, telah berjejer pedagang kambing dadakan. Ada lebih dari 5 titik di sepanjang jalan tersebut.
Tempat pedagang kambing dadakan tersebut memanfaatka apapun ruang kosong yang tersedia. Dan karena dadakan, maka juga berantakan. Seringkali, saya harus berhati-hati menyupir, karena si kambing mulai menginjak batas jalan yang sudah padat dengan kendaraan lain.
Belum lagi anak-anak sekitar yang sangat menikmati berduyun-duyun melihat kambing. Anak-anak terlihat sangat senang dan riang melihat kambing-kambing tersebut. Ada yang sekedar melihat, ada pula yang memegang dedaunan memberi makan kambing, atau bahkan sampai mengelus-elusnya. Ini lah kesempatan satu tahun sekali buat anak-anak tersebut untuk bermain dengan kambing.
Bermain dengan kambing bagi anak-anak Indonesia sudah menjadi suatu tradisi tahunan. Bukan hanya di Jakarta saat ini, dulu ketika saya kecil tradisi ini pun saya alami. Alangkah indahnya pergi ke pasar kambing bersama bapak dan adik kakak. Setelah mendapatkan kambing, kami ramai-ramai menuntun kambing ke rumah. Kami segera pergi mencari berbagai macam dedaunan yang disukai kambing tersebut, dari daun pisang, sampai rumput-rumputan.
Tiba hari penyembelihan, yaitu setelah sholat Iedul Adha, kami pun beramai-ramai menuntun kambing ke belakang masjid. Saya pribadi tidak tega melihat kambing disembelih. Sebaliknya penyembelihan kambing sering kali menjadi tontonan buat anak-anak yang lain. Apalagi proses penyembelihan sapi yang lebih seru karena harus melibatkan banyak orang untuk menjatuhkannya.
Proses pengirisan dan pembagian daging kambing menjadi daya tarik tersendiri. Ada puluhan daging kambing yang digantung dan dijejerkan untuk diiris-iris oleh puluhan pemuda masjid. Biasanya, kami anak-anak bersenjatakan pisau kecil atau silet dan mulai mendekati kambing yang sedang diiris-iris. Tanpa diketahui kami nithil (mengiris dalam ukuran kecil) daging kambing dan mengumpulkannya. Hasil perburuan kami dikumpulkan dan selanjutnya kami mengadakan acara nyate bersama.
Saya tersenyum mengingat pengalaman waktu kecil.
Buat saya yang tinggal di perkampungan di Jakarta, daerah Kayumanis Pramuka, maka hari-hari ini harus rela untuk mencium bau khas kambing dan kotorannya. Bagaimana tidak, sepanjang jalan Kayumanis Timur, telah berjejer pedagang kambing dadakan. Ada lebih dari 5 titik di sepanjang jalan tersebut.
Tempat pedagang kambing dadakan tersebut memanfaatka apapun ruang kosong yang tersedia. Dan karena dadakan, maka juga berantakan. Seringkali, saya harus berhati-hati menyupir, karena si kambing mulai menginjak batas jalan yang sudah padat dengan kendaraan lain.
Belum lagi anak-anak sekitar yang sangat menikmati berduyun-duyun melihat kambing. Anak-anak terlihat sangat senang dan riang melihat kambing-kambing tersebut. Ada yang sekedar melihat, ada pula yang memegang dedaunan memberi makan kambing, atau bahkan sampai mengelus-elusnya. Ini lah kesempatan satu tahun sekali buat anak-anak tersebut untuk bermain dengan kambing.
Bermain dengan kambing bagi anak-anak Indonesia sudah menjadi suatu tradisi tahunan. Bukan hanya di Jakarta saat ini, dulu ketika saya kecil tradisi ini pun saya alami. Alangkah indahnya pergi ke pasar kambing bersama bapak dan adik kakak. Setelah mendapatkan kambing, kami ramai-ramai menuntun kambing ke rumah. Kami segera pergi mencari berbagai macam dedaunan yang disukai kambing tersebut, dari daun pisang, sampai rumput-rumputan.
Tiba hari penyembelihan, yaitu setelah sholat Iedul Adha, kami pun beramai-ramai menuntun kambing ke belakang masjid. Saya pribadi tidak tega melihat kambing disembelih. Sebaliknya penyembelihan kambing sering kali menjadi tontonan buat anak-anak yang lain. Apalagi proses penyembelihan sapi yang lebih seru karena harus melibatkan banyak orang untuk menjatuhkannya.
Proses pengirisan dan pembagian daging kambing menjadi daya tarik tersendiri. Ada puluhan daging kambing yang digantung dan dijejerkan untuk diiris-iris oleh puluhan pemuda masjid. Biasanya, kami anak-anak bersenjatakan pisau kecil atau silet dan mulai mendekati kambing yang sedang diiris-iris. Tanpa diketahui kami nithil (mengiris dalam ukuran kecil) daging kambing dan mengumpulkannya. Hasil perburuan kami dikumpulkan dan selanjutnya kami mengadakan acara nyate bersama.
Saya tersenyum mengingat pengalaman waktu kecil.
Comments