Nyeri Sebagai Mekanisme Pertahanan Tubuh
Seringkali kita merasakan nyeri dan buru-buru menyalahkan dan tidak senang dengan rasa nyeri tersebut. Tunggu dulu, justru rasa nyeri adalah sebuah pertanda akan sesuatu di dalam tubuh kita. Ibaratnya, nyeri adalah alert system yang memberitahu kita tentang sesuatu yang harus kita tindaklanjuti. Apabila kita tidak memiliki rasa nyeri, tidak ada sirine berbunyi ketika sesuatu yang buruk mengancam kita.
Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri dalam kehidupannya. Nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu atau pegal. Nyeri yang bersumber pada viscera (organ dalam) bersifat difus, yang berasal dari otot skeletal dinyatakan pegal, yang berasal dari tulang dituturkan sebagai kemeng, ngilu atau linu dan yang bersumber pada saraf tepi bersifat tajam. Lalu apakah nyeri hanyalah suatu rasa sakit yang tidak menyenangkan dan selalu mengganggu kita?
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, akut atau kronik. Nyeri akut biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan akut yang durasinya antara beberapa jam sampai beberapa hari. Biasanya intensitasnya tajam, lebih terlokalisir, dirasakan selama kelainan patologik masih ada di jaringan. Setelah periode penyembuhan, reseptor nyeri segera pulih dengan nilai ambang stimulus yang normal. Nyeri kronik timbul setelah proses akut membaik atau berkaitan dengan jejas non spesifik. Nyeri ini menetap lebih dari tiga bulan. Intensitasnya lebih tumpul namun sensasinya terus menerus.
Berdasar patofisiologinya nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif yang timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung atau destruksi. Nyeri neuropatik berasal dari suatu proses pada sistem saraf sentral maupun perifer. Misal neuropati diabetika, neuralgia trigeminal, neuralgia paska herpes.
Nyeri psikologik timbul sebagai reaksi konversi seperti gangguan somatisasi dan reaksi histeri. Nyeri campuran atau nonspesifik biasanya dipandang sebagai nyeri dengan mekanisme yang tidak diketahui atau dicurigai mempunyai mekanisme yang bermacam-macam. Contoh nyeri kepala rekuren.
Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa nyeri dan faktor-faktor psikologis.
Sebenarnya nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri menjadi sinyal bahwa terdapat kerusakan pada tubuh. Misalnya bertopang dagu dengan tangan kiri dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan aliran darah ke kulit tangan kiri berkurang sehingga terjadi kerusakan jaringan setempat (iskemia) dan timbul rasa nyeri akibat penekanan dagu. Maka kita akan berganti tangan kanan atau berganti posisi. Seandainya kita tidak merasakan nyeri maka kerusakan jaringan akan bertambah luas dan dapat berakibat kematian jaringan.
Penderita trauma tulang belakang dengan kerusakan di medula spinalis dapat kehilangan rasa nyeri. Penderita tersebut bila mengalami kelumpuhan dan harus berbaring terus dalam jangka waktu yang lama dan jarang berubah posisi, makin lama akan timbul luka (ulserasi) pada bagian yang tertekan. Sedangkan penderita tidak merasa sakit dan tidak menyadari bila kerusakan jaringan semakin luas.
Meski nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung menggganggu, namun disisi lain kita masih bisa mensyukurinya dan mengambil hikmah bahwa tubuh masih memiliki respon yang bagus dan pertanda tubuh membutuhkan suatu pertolongan.
Oleh: Dr. Dian Kumalasari
Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Hampir setiap orang pernah mengalami nyeri dalam kehidupannya. Nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu atau pegal. Nyeri yang bersumber pada viscera (organ dalam) bersifat difus, yang berasal dari otot skeletal dinyatakan pegal, yang berasal dari tulang dituturkan sebagai kemeng, ngilu atau linu dan yang bersumber pada saraf tepi bersifat tajam. Lalu apakah nyeri hanyalah suatu rasa sakit yang tidak menyenangkan dan selalu mengganggu kita?
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset, akut atau kronik. Nyeri akut biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan akut yang durasinya antara beberapa jam sampai beberapa hari. Biasanya intensitasnya tajam, lebih terlokalisir, dirasakan selama kelainan patologik masih ada di jaringan. Setelah periode penyembuhan, reseptor nyeri segera pulih dengan nilai ambang stimulus yang normal. Nyeri kronik timbul setelah proses akut membaik atau berkaitan dengan jejas non spesifik. Nyeri ini menetap lebih dari tiga bulan. Intensitasnya lebih tumpul namun sensasinya terus menerus.
Berdasar patofisiologinya nyeri dibedakan menjadi nyeri nosiseptif yang timbul akibat stimulasi reseptor nyeri yang berasal dari organ visceral atau somatik. Stimulus nyeri berkaitan dengan inflamasi jaringan, deformasi mekanik, injuri yang sedang berlangsung atau destruksi. Nyeri neuropatik berasal dari suatu proses pada sistem saraf sentral maupun perifer. Misal neuropati diabetika, neuralgia trigeminal, neuralgia paska herpes.
Nyeri psikologik timbul sebagai reaksi konversi seperti gangguan somatisasi dan reaksi histeri. Nyeri campuran atau nonspesifik biasanya dipandang sebagai nyeri dengan mekanisme yang tidak diketahui atau dicurigai mempunyai mekanisme yang bermacam-macam. Contoh nyeri kepala rekuren.
Kualitas dan intensitas rasa nyeri dipengaruhi oleh kepribadian penderita, ambang rasa nyeri dan faktor-faktor psikologis.
Sebenarnya nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Nyeri menjadi sinyal bahwa terdapat kerusakan pada tubuh. Misalnya bertopang dagu dengan tangan kiri dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan aliran darah ke kulit tangan kiri berkurang sehingga terjadi kerusakan jaringan setempat (iskemia) dan timbul rasa nyeri akibat penekanan dagu. Maka kita akan berganti tangan kanan atau berganti posisi. Seandainya kita tidak merasakan nyeri maka kerusakan jaringan akan bertambah luas dan dapat berakibat kematian jaringan.
Penderita trauma tulang belakang dengan kerusakan di medula spinalis dapat kehilangan rasa nyeri. Penderita tersebut bila mengalami kelumpuhan dan harus berbaring terus dalam jangka waktu yang lama dan jarang berubah posisi, makin lama akan timbul luka (ulserasi) pada bagian yang tertekan. Sedangkan penderita tidak merasa sakit dan tidak menyadari bila kerusakan jaringan semakin luas.
Meski nyeri merupakan suatu hal yang tidak menyenangkan dan cenderung menggganggu, namun disisi lain kita masih bisa mensyukurinya dan mengambil hikmah bahwa tubuh masih memiliki respon yang bagus dan pertanda tubuh membutuhkan suatu pertolongan.
Oleh: Dr. Dian Kumalasari
Comments