Bukan BAKIN, Bukan Jakun, Ini BAKUN!


Pemilihan instansi merupakan momen besar bagi mahasiswa tingkat II. Bagaimana tidak, ini adalah memilih masa depan. Sebagian besar teman saya mengerti tentang hal ini, tapi saya tidak. Terus-terang saya tidak antusias ketika momen ini datang. Saya tidak mengerti dan mencoba mengerti apa arti instansi-instansi tersebut. Saya pun tidak mengerti saya minat di mana, dan kenapa.

Instansi paling favorit saat itu adalah Bapepam, selanjutnya BPK, Inspektorat Jenderal, dan seterusnya. Bapepam tentunya sudah dikaplingkan oleh rekan-rekan saya yang ranking 10 besar, seperti Bobby, contohnya. Saya lihat teman-teman mencari tahu tentang instansi pilihannya dan menentukan dengan keyakinan instansi mana yang akan dipilih. Usaha yang bagus.


Saya, IP hanya 3,20 waktu tingkat satu, tidak pernah bermimpi memilih Bapepam, namun dalam formulir pemilihan instansi, saya cantumkan Bapepam diurutan pertama, dan berurutan instansi-instansi lain sesuai dengan urutan petunjuk pengisian yang diberikan Sekretariat. BAKUN, Badan Akuntansi Keuangan Negara, kebetulan berada diurutan paling bawah.


Setelah pengumuman, saya mendapat tempat kehormatan untuk ditempatkan diinstansi pilihan saya nomor akhir, BAKUN. Ha ha ha, teman saya mentertawakan penuh ejekan, tapi saya tidak merasa ter-ejek. Yang saya tahu, setiap dosen, dan teman saya yang saya kasih tahu tentang instansi saya akan tertawa dengan lugas dan memberikan guyonan tentang BAKUN. Lucu juga mereka.


Saat itu saya heran, kenapa BAKUN seperti penyakit yang diberikan kepada kami. Teman-teman BAKUN satu angkatan pun kelihatan sedikit minder atas terpilihnya mereka di instansi tersebut. Cerita kakak kelas dulu, BAKUN adalah instansi baru dan kering kerontang. BAKUN hanya berfungsi secara administratif, beda dengan BPKP yang melaksanakan audit dan secara tradisional adalah tempat anak STAN, Bapepam yang sedang naik daun.


Setelah lulus, pengalaman kerja di BAKUN ternyata tidak lepas dari perasaan minder. Sepertinya para lulusan yang ditempatkan di BAKUN adalah kelas dua, orang-orang buangan. Saya sempat berpikir, kenapa energinya negatif sekali. Mungkin karena dulu waktu awal bekerja kami dibiarkan menganggur.


Menurut saya , justru BAKUN sedang berkembang pesat. Banyak sekali proyek dikerjakan di BAKUN saat itu, terutama proyek pengembangan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat yang sering digosipkan tidak selesai-selesai. Kantor perwakilan belum banyak, dan pada tahun anggaran 1996 sedang giat-giatnya pengadaan belanja modal untuk kepentingan kantor di daerah.


Berbagai produk komputer dibeli dalam jumlah besar dan disebar ke berbagai daerah, berbagai pelatihan diadakan. Bukankah itu semua kegiatan yang hebat. (Tentunya tanpa menganalisis efektifitas anggarannya, karena bukan tugas saya). Bahkan dulu saya sangat bersyukur bisa tamasya ke Denpasar untuk training yang diselenggarakan oleh BAKUN. Saya sangat bersyukur karena bisa memanfaatkan server paling top saat itu, bisa menikmati internet yang baru sebagian kecil penduduk nusantara ini tahu. Bisa merasakan training UNIX yang sedikit orang bisa membayarnya.


Penempatan saya di Kantor Akuntansi Regional Pontianak pun berbuah. Bukan hanya saya merasakan manisnya Pontianak, tapi saya bisa pulang kembali ke tanah Jawa dengan oleh-oleh gelar sarjana dan segepok pengalaman. Dari pergaulan dengan masyarakat Cina, keelokan Sarawak, keramahan orang melayu dan banyak lagi.


BAKUN, saya acung jempol, karena pada akhirnya pejabat dan rekan-rekan di BAKUN berhasil mengambil langkah besar, sehingga BAKUN dapat diintegrasikan dengan Direktorat Anggaran saat itu. Kini sinergi tersebut telah membuat teman-teman eks BAKUN dan eks Anggaran menjadi salah satu instansi paling diperhitungkan di Departemen Keuangan.


BAKUN, maafkan aku meninggalkanmu untuk cita-cita dan mimpiku. Terimakasih engkau menjadi salah satu sekolahku.

Comments

Anonymous said…
Well, Dikky.

Sebagai Alumni BAKUN, saya turut berbangga juga atas tulisan yang Dikky buat.

Memang, BAKUN, bukan pilihan saya saat penentuan instansi karena waktu itu belum muncul dalam daftar. Saya hanya berharap instansi tempat saya bekerja nantinya bisa "bebas dari yang aneh-aneh (baca; KKN)". Pun ketika muncul, saya malas merubahnya karena belum tahu tentang instansi-instansi itu.

Alhasil, 20 orang BAKUNERS yang pertama, 1 orang yang memilih dan 19 lainnya pilihan.

Memang, 'sekolah' di BAKUN enak banget. Bisa TOUR OF DUTY. Termasuk ke Bali, waktu itu, lho. Kalau mau ilmu emang di BAKUN. itu yang aku dapat. Dan ternyata BAKUNERS tetap diperlukan sekarang.

M. A. A. F.
Anonymous said…
To Dicky:

Aku juga 'sekolah' di BAKUN, klo kamu inget aku.

Salah satu jasa BAKUN adalah mempertemukan aku dengan suamiku, Achmad Suhaemi (kenal, kan?).

Bedanya, aku dan suamiku setia sama BAKUN lho..ha..ha
Dikky Zulfikar said…
Teman2 di STAN banyak sekali yang beruntung, dari STAN dapat segalanya, dapat ilmunya, dapat titelnya, dapat kerjanya, juga dapat pasangan hidupnya.

Terus terang aku lupa sama Nunik, hiks maaf. Lagian fotonya gak jelas sih di blog, :P

Suhaemi aku masih ingat. Tapi konfirmasi dulu ya, dulu satu angkatan kan? masuk 93.

kalau iya, ingetin suhaemi u join di milis stanmasuk93@yahoogroups.com atau buka www.stan93.com.

Salam buat 2 cowok Nunik ya

Popular posts from this blog

Gajah Oling: Lebih Percaya pada Pengaman Swasta

Asal-usul Ngeles (Mengelak) & Legenda Ngeles Amrik

Designer atau Developer