Ngantuk, DERR!, Nabrak deh…

Menunggu Aksi Tukang Asuransi

Minggu sore, perempatan Pasar Baru, karena lampu ke arah belok kiri merah saya berhenti. Di depan, mobil sedan orange full modifikasi. Entah bagaimana, tuing, hilang kesadaran dan bangun ketika dipukul istri. Suara brak pun saya tidak dengar, tapi istri mengatakan saya menabrak. Kami pun menepi. Hilang deh rasa kantuk.

Saya percaya diri saja, kan ada asuransi. Saya minta maaf dan berjanji akan mengganti segala kerugian, tentunya pihak asuransi yang akan mengganti. Korban tidak terima, lho apa buktinya harus percaya kalau saya akan ganti. Mereka meminta KTP, SIM, atau STNK. Saya katakan no way!. SIM, KTP, dan STNK adalah tanda jati diri dan identitas, tidak boleh sembarangan diberikan kepada orang. Polisi saja kalau meminta SIM harus ada bukti tilang. Korban tetap ngotot, tidak bisa terima kalau tidak ada bukti. Gampang saja, ayo ke kantor polisi, saya ajak mereka.

Saya merasa sudah benar, pertama minta maaf, kedua bertanggungjawab. Saya akan uruskan sampai pihak asuransi mengganti segala kerugian. Saya hanya perlu minta alamat detil mereka, telepon yang bisa dihubungi dan call the claim center. Saya tidak perlu membayar apapun, kecuali owner's risk sesuai polis. Bukankah begitu seharusnya?

Esok harinya saya telepon Claim Center. Mereka minta saya dan korban datang, dan kecelakaan akan direkontruksi oleh surveyor. Untuk menentukan kerusakan yang dapat ditanggung atas kejadian tersebut. Aduh, mba'… kenapa saya yang harus datang, tolong kirim surveyor ke sini, jangan enak sendiri.

Mba Claim Center mengatakan, bisa jadi kerusakan bukan akibat tabrakan dengan saya. Wah saya tidak tahu itu deh mba, pokoknya saya cuma mau bertanggungjawab, selebihnya urusan anda. Dalam hati, berat juga nanti si korban, pernyataannya pasti akan dicounter oleh asuransi. Apalagi mobil saya, sejauh saya amati, hanya lecet sedikiiiit saja.

Saya belum tahu kelanjutannya dari pihak asuransi. Proses prosedural ini akan memakan waktu dan tenaga. Kasihan korban, walaupun kerusakan diganti, tetap saja ia harus berkorban. Sekali lagi saya minta maaf.

Pelajaran: (1) Jangan ngantuk!, TTDJ, (2) Jangan memberikan dokumen apa-apa kepada yang tidak berhak, cukup tinggalkan alamat asli anda, (3) minta maaf dan bertanggungjawab, (4) jangan berantem, kalau pihak korban maksa, ancam dia dengan laporan ke polisi atas tindakan kekerasan, (5) kalau anda di posisi korban, bijaksana saja, dan bersiaplah korban waktu dan atau uang, (6) pihak asuransi yang melayani kita, bukan sebaliknya.

Comments

Unknown said…
"Gampang saja, ayo ke kantor polisi, saya ajak mereka."
Cerita di kantor polisi bagaimana pak?

"Dalam hati, berat juga nanti si korban, pernyataannya pasti akan dicounter oleh asuransi."
Kelanjutan cerita si korban bagaimana ya pak? Apakah si korban mendapat kesulitan dalam penggantian kerusakan kendaraannya?

Setelah membaca postingan ini, kok saya jadi kepikiran tentang nasib si korban juga ya? Jangan-jangan sudah jatuh tertimpa tangga... Udah ditabrak, asuransi nya berbelit dan atau mungkin lama proses penggantiannya?

Popular posts from this blog

Gajah Oling: Lebih Percaya pada Pengaman Swasta

Asal-usul Ngeles (Mengelak) & Legenda Ngeles Amrik

Designer atau Developer